Daerah pedesaan kerap dilekatkan dengan paradigma kemiskinan serta ketertinggalan. Meski selama ini desa menjadi penunjang kebutuhan hidup masyarakat, khususnya kebutuhan pangan, namun sering kali masyarakat desa justru tidak menikmati hasil dari usaha mereka. Karena itu, sudah selayaknya pemerintah bersama para stake holder memberikan perhatian lebih untuk pengembangan kawasan pedesaan.
“Kita harus sama-sama memikirkan bagaimana membuat desa tidak tertinggal. Walaupun desa itu berbeda-beda, tapi ada persamaannya, yaitu 80% hidup dari pertanian. Bicara soal agrikultur tidak bisa tidak, sifatnya harus besar dan terintegrasi supaya bisa sustain, bagaimana caranya supaya itu bisa dinikmati oleh masyarakat kecil,” ujar Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi, Eko Putro Sanjoyo, Rabu (9/11) di Fakultas Peternakan UGM.
Dalam kegiatan Workshop Advokasi Pemberdayaan Peternak dan Implementasi Design Area Model Pengembangan Daerah Tangguh Pangan yang diselenggarakan dalam rangka Dies Natalis Fakultas Peternakan UGM ini, Eko menyampaikan pentingnya pengembangan kegiatan pertanian pedesaan yang fokus pada produk tertentu. Hal ini, menurutnya, akan meningkatkan skala ekonomi desa hingga cukup besar untuk menarik pihak swasta atau untuk membangun sendiri sarana pengolahan pascapanen.
“Desa tertinggal yang tidak fokus, hanya menanam sedikit-sedikit, tidak memberikan kemungkinan untuk sarana pascapanen masuk, sehingga harganya jatuh. Sementara itu, rata-rata di daerah yang fokus dan punya skala ekonomi besar, pendapatan masyarakat bisa di atas 3 juta,” paparnya.
Ia juga menekankan pentingnya peran koperasi desa serta Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) sebagai penggerakan perekonomian desa melalui pemanfaatan dana desa dari pemerintah serta pengelolaan dana masyarakat. Untuk menunjang hal tersebut, pemerintah akan meningkatkan dana desa dari jumlah tahun 2016 sebesar Rp46,9 Triliun menjadi sebesar Rp60 Triliun di tahun 2017 dan Rp120 Triliun di tahun 2018.
Dengan jumlah dana yang cukup besar, ia pun meminta berbagai pihak terkait, termasuk pihak swasta serta perguruan tinggi, untuk memberikan pendampingan bagi para perangkat desa dalam mengelola dana serta mengawasi penggunaan dana tersebut dari kemungkinan penyelewengan.
“Kami meminta agar teman-teman dari UGM bisa membantu pemanfaatan dana desa yang besar melalui pendampingan ke koperasi dan BUMDes khususnya dalam sektor pertanian, peternakan, dan perikanan. Kami juga meminta agar masyarakat dan media ikut mengawasi, kalau ada penyelewengan segera dilaporkan,” ujarnya.
Senada dengan hal tersebut, Wakil Rektor UGM Bidang Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat, Prof. Dr. Suratman, menyampaikan bahwa UGM akan senantiasa mendukung program-program pengembangan desa, baik melalui riset, pengembangan desa binaan, maupun dengan mengirimkan mahasiswa untuk melakukan Kuliah Kerja Nyata (KKN).
“UGM memang dikenal sebagai universitas ndeso, jadi kami pasti akan membantu mengembangkan desa. Kami akan men-support dengan dana universitas untuk membangun desa, termasuk dengan memperkuat riset,” ujarnya.
Hal serupa disampaikan oleh Guru Besar Fakultas Teknologi Pertanian UGM, Prof. Dr. H. Mochammad Maksum Machfoedz. Ia menyampaikan pentingnya keseriusan dari pemerintah serta akademisi untuk bersama-sama mewujudkan ketahanan pangan sebagai salah satu pilar kedaulatan bangsa.
“Mulai level paling mikro dalam sistem peternakan hingga level tengah, kami siap membantu. Di fakultas ada ahlinya. Tapi ini harus juga disertai kerja politik dari kementerian untuk mengawal hasil kerja,” kata Maksum.
Workshop yang dihadiri oleh para masyarakat petani peternak serta perangkat dari dinas-dinsa terkait ini bertujuan untuk memberikan advokasi bagi para masyarakat petani peternak untuk membangun dan memperkuat kelembagaannya, untuk mendorong tumbuhnya usaha agribisnis peternakan yang lebih efisien, efektif dan berkelanjutan. Dalam acara ini juga dilakukan penandatanganan MoU Pengembangan kawasan tangguh pangan antara Fakultas Peternakan UGM dengan Kabupaten Boven Digoel, Kabupaten Kupang, serta Kabupaten Sambas. (Humas UGM/Gloria)