Perubahan tutupan lahan yang terjadi di bagian hulu sungai berpotensi menyebabkan erosi, sedimentasi dan banjir di bagian hilir. Hal itu juga terjadi di bagian hulu daerah aliran sungai Tondano Sulawesi Utara yang makin mengkhawatirkan. Untuk mencegah degradasi lahan tersebut, pemanfaatan lahan untuk pertanian tanaman pangan dan pengolahan tanah yang sesuai dengan kaidah konservasi perlu dipertahankan untuk menjaga konsistensi penggunaan terhadap kemampuan lahan tetap terjaga.
Hal itu dikemukan oleh Dosen Prodi Geografi Universitas Negeri Manado (UNIMA) Manado, Drs. Murdiyanto, MS, dalam ujian terbuka promosi doktor di ruang Auditorium Merapi Fakultas Geografi UGM, Rabu (9/11). Dalam ringkasan disertasinya yang berjudul ’Model Spasial Ekologis Pengggunaan Lahan untuk Pengendalian Degrdasi Lahan di Hulu DAS Tondano’, Murdiyanto mengatakan perubahan tutupan lahan selama kurun waktu 8 tahun, 2003-2011 yaitu penurunan luas hutan mencapai 42,21%, peningkatan luas pemukiman 8,28%, tegalan 1,75%, dan lahan terbuka 51,72%. Bahkan, indikasi kerusakan ekosistem sub DAS Noongan Panasen ditandai oleh adanya fluktuasi debit air sungai yang tinggi.
Ia menambahkan potensi degradasi lahan dari tingkat sedang hingga berat perlu diprioritaskan dalam rangka pengendalian luas wilayah 4.339,81 hektar yang tersebar hampir pada semua tipe penggunaan lahan. “Degradasi sangat berat ditemukan pada penggunaan lahan belukar, hutan primer, hutan sekunder dan lahan terbuka,” katanya.
Untuk mengantisipasi degradasi tersebut diperlukan upaya pencegahan perambahan hutan melalui kerja sama antara pemerintah dan masyarakat untuk mengendalikan terjadinya alih fungsi hutan menjadi belukar, kebun campuran dan tegalan.
Menurutnya, pemerintah perlu melakukan tindakan konservasi, baik secara vegetatif maupun mekanik secara hati-hati karena ditemukan terdapat lahan yang aman terhadap bahaya erosi tetapi tidak aman terhadap bahaya longsor lahan. “Konsep pengendalian degradasi lahan harus bersifat terpadu,” terangnya. (Humas UGM/Gusti Grehenson)