Pencemaran air secara biologis dapat menyebabkan masalah kesehatan, seperti diare, infeksi cacing, disentri, kolera, penyakit tifus dan liver. Sementara pencemaran air secara kimia dapat menyebabkan masalah kesehatan, diantaranya infeksi kulit, gangguan usus, gangguan hati, tulang, sistem peredaran darah, anemia, kerusakan sistim syaraf pusat dan masalah karsiogenik.
Ariyanto Nugroho, SKM, M.Sc, dosen Program studi Kesehatan Masyarakat, Yayasan Pendidikan Respati, menyatakan kualitas air yang dikategorikan aman dan sehat dikonsumsi adalah jernih, tak berwarna, tak berbau, tak berasa, bebas dari mikroorganisme penyebab infeksi dan bebas zat kimia berbahaya. Karena itu, salah satu parameter utama terkait kualitas air yang perlu diperhatikan adalah parameter biologis.
“Parameter biologis yaitu mikroorganisme air yang memiliki sifat dan konsentrasi yang bermacam-macam. Analisis parameter biologis ini biasanya menggunakan mikroorganisme indikator, yaitu Escherichia coli (E.coli) atau coli tinja,” ujarnya di ruang senat Fakultas Kedokteran UGM, Jum’at (11/11) saat menempuh ujian terbuka program doktor.
Ariyanto Nugroho menandaskan E.coli selalu terdapat dalam tinja sehingga dapat menjadi indikator adanya pencemaran , baik itu berasal dari tinja manusia maupun hewan berdarah panas. Karena itu, berdasar Permenkes 492/MENKES/PER/IV/2010 maka nilai Most Probability Number (MPN) E.coli harus Nol.
Terkait hal tersebut, kata Ariyanto, saat ini telah dikembangkan berbagai metode guna mengatasi permasalahan terkait kontaminan mikrobiologis dalam air minum. Salah satu cara yang mudah diaplikasikan, yaitu dengan penyaringan air.
Beredarnya filter air pabrikan di Indonesia tentu memiliki banyak manfaat. Manfaat tersebut tidak hanya menjernihkan air untuk memenuhi kualitas fisik, namun juga untuk menurunkan cemaran mikrobiologis hingga aman dikonsumsi.
Ariyanto menjelaskan filter keramik bekerja dengan menuangkan air baku, dari sungai, danau dan lain-lain ke dalam filter. Air menetes dari filter ke dalam penadah plastik dan dapat digunakan sebagai air minum.
“Guna menurunkan cemaran mikrobiologis maka di beberapa negara saat ini dikembangkan filter keramik yang dikombinasikan dengan perak ke dalam filter sehingga perak ini berfungsi sebagai bactericide,” jelasnya.
Mempertahankan disertasi Efektivitas Aplikasi Berbagai Dosis dan Metode Penambahan Perak Nitrat (AgNO3) Pada Filter Keramik Terhadap Bakteri Escherichia Coli Pada Air Minum, Ariyanto Nugroho memaparkan aplikasi penggunaan perak sendiri merupakan salah satu inovasi dalam penyediaan air bersih. Dari berbagai penelitian yang dilakukan disebutkan dalam skala laboratorium memperlihatkan ion perak berfungsi sebagai antibakteri.
Seperti aplikasi filter keramik di rumah tangga di Bolivia menunjukkan berkurangnya penyakit diare mencapai sekitar 70 persen dibandingkan dengan rumah tangga yang tidak menggunakan filter keramik. Sementara di Kamboja, filter keramik dapat mereduksi E.coli rata-rata 99 persen, baik di laboratorium maupun pada percobaan di lapangan.
Dari hasil-hasil tersebut, kata Ariyanto, filter keramik yang diaplikasikan dapat digunakan masyarakat untuk mengolah dan menjaga kualitas mikrobiologis air minum mereka. Selain itu, harga filter keramik terjangkau oleh masyarakat yang berpenghasilan rendah sekalipun.
“Karena itu, dalam disertasi ini penelitian tertarik mengkaji dosis dan metode aplikasi perak nitrat (AgNO3) pada filter keramik. Meski penelitian efek bakterisida perak terhadap bakteri telah banyak dilakukan, namun untuk penelitian yang mengkaji mengenai dosis dan metode penambahan perak di dalam perak keramik untuk mendapatkan hasil yang paling efektif dalam menurunkan E.coli belum pernah dilakukan,” katanya. (Humas UGM/ Agung)