Universitas Gadjah Mada meluluskan 386 orang Diploma, Kamis (17/11). Masa studi rata-rata periode wisuda kali ini adalah 3 tahun 3 bulan. Waktu studi tersingkat diraih oleh Rifqi Auliya Rohman dari prodi D3 Bahasa Jepang, Sekolah Vokasi, yang lulus dalam waktu 2 tahun 9 bulan 19 hari. Predikat lulusan termuda diraih Duto Suryo Wicaksono dari prodi Bahasa Jepang, Sekolah Vokasi, yang lulus dalam usia 18 tahun 10 bulan 16 hari.
Jumlah wisudawan yang berpredikat cumlaude sebanyak 14 orang atau 3,63 persen. Nilai IPK rata-rata wisuda program diploma kali ini adalah 3,18. Adapun IPK tertinggi diraih Ajeng Kusumaning Ratri dari prodi Bahasa Inggris, Sekolah Vokasi, yang lulus dengan nilai IPK 3,89.
Wakil Rektor Bidang Akademik dan Kemahasiswaan, Prof. dr. Iwan Dwiprahasto, M.Med.Sc., Ph.D, dalam pidato sambutannya menyampaikan ucapan selamat kepada para wisudawan yang berhasil menyelesaikan studi program diploma. “Kami turut bangga atas keberhasilan saudara menyelesaikan program diploma di kampus ini. Kiprah saudara sangat ditunggu di tengah kesempatan yang sangat terbuka dalam membangun Indonesia dalam beberapa tahun ke depan,” kata Iwan dalam prosesi wisuda yang berlangsung di Grha Sabha Pramana.
Dalam kesempatan itu, Iwan menyampaikan beberapa hal terkait perkembangan global dan masa kini yang perlu diantisipasi para lulusan diploma. Salah satu diantaranya adalah kemajuan teknologi otomatisasi yang telah memudahkan kehidupan manusia lewat sistem otomatisasi, mulai dari layanan makanan dan minuman ringan yang hampir tersedia di area publik. Gerbang tol otomatis, fasilitasi layanan check in di bandara, mesin penjawab telpon dan sms otomatis, penggunaan robot untuk industri, pangaturan perjalanan individu dari satu tempat ke berbagai tempat di dunia hingga berbagai fasilitas pada gadget yang menyediakan banyak layanan otomatis lewat aplikasi gratis. “Otomatisasi ini menghemat waktu hingga 75 persen, menghemat energi hingga 69%, menghemat biaya hingga 52 %,” katanya.
Menurutnya, teknologi otomatisasi tersebut mampu mengurangi kebutuhan tenaga kerja, namun bisa berisiko menimbulkan jumlah pengangguran. Namun, di saat yang sama memunculkan kreativitas-kreativitas baru yang bermanfaat untuk peradaban manusia.
Selanjutnya, model bisnis ritel bricks and clicks, kata Iwan, nantinya akan menjadi norma ritel di masa depan karena setiap pedagang diharuskan memiliki identitas online yang bersecurity. Pada 2020 diperkirakan hampir 19 persen penjualan ritel global akan terjadi secara online dengan omset diperkirakan mencapai 4,3 Triliun Dollar. “Kalau Anda perhatikan berbagai gerai di bandara sekarang, seperti di bandara Changi, Singapura, mereka terpaksa tutup karena tidak mampu membuka gerainya karena kalah bersaing dengan barang yang tersedia secara online,” katanya.
Pada saat yang sama sudah banyak muncul jutaan toko virtual dan hypermarket virtual hingga toko interaktif yang terakses secara online sehingga kita dipermudah karena tinggal sekali klik dari kantor dan di rumah.
Berbagai realitas perkembangan inovasi teknologi yang dihasilkan itu, menurut Iwan, masih akan terus berlanjut dan makin berkembang. “Semua itu perlu dipahami betapa besar tantangan di masa mendatang, tidak sekadar mencari pekerjaan, namun diperlukan kreativitas, inovasi dan kemandirian untuk menjadikan kehidupan lebih baik,” katanya.
Ajeng Kusumaning Ratri, salah satu wisudawan, mengatakan lulusan pendidikan vokasi diharapkan mampu ikut berkontribusi dalam pembangunan bangsa lewat kiprah masing-masing. “Banyak persoalan bangsa yang bisa kita selesailkan lewat profesi apapun yang kita geluti. Berikanlah yang terbaik dan sedikit memberikan kebahagiaan pada orang sekitar dan keluarga,” kata lulusan prodi Bahasa Inggris Sekolah Vokasi ini. (Humas UGM/Gusti Grehenson)