Donald Trump berhasil membalikkan berbagai prediksi dan hasil polling pra-pemilu dengan memenangkan kursi Presiden Amerika Serikat. Namun, tidak lama berselang, gelombang protes dan kekhawatiran terhadap rezim Trump menyebar di seluruh dunia. Terkait isu tersebut, Institute of International Study (IIS) UGM menghadirkan Director of International Studies Washington College, Dr. Andrew L. Oros, dalam focus group discussion yang berlangsung Kamis (17/11) di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UGM.
Pertanyaan mengenai bagaimana Trump bisa memperoleh kemenangan, mengapa situasi ini bisa terjadi, serta bagaimana nasib nantinya Amerika di bawah pemerintahan Trump menjadi hal yang ramai dibicarakan beberapa hari belakangan. Bagi Andrew, jawaban atas pertanyaan-pertanyaan ini sebenarnya belum bisa diketahui secara pasti karena Trump belum mengeluarkan kebijakan apa pun, sehingga langkah selanjutnya hanya bisa diprediksi berdasarkan pernyataan-pernyataan Trump semasa kampanye.
“Dari sisi politik, tidak begitu jelas apa efek langsung dan efek jangka panjang yang akan timbul, meskipun bisa diharapkan bahwa agenda yang lebih konservatif akan dikejar,” paparnya.
Bagi Amerika secara khusus, sejak masa kampanye, pemilu ini terlihat telah memecah belah begitu banyak rakyat Amerika yang mendukung masing-masing kandidat. Meski demikian, hal yang juga cukup penting unuk disadari adalah bagaimana hal ini mampu meningkatkan diskusi diantara rakyat Amerika terkait isu-isu yang ada, termasuk dalam mengkritis sistem pemilu yang berlaku saat ini.
“Mungkin akan ada diskusi yang berkelanjutan untuk mengubah sistem electoral college dalam taraf tertentu. Amerika memiliki 27 amandemen yang diratifikasi, jadi saya melihat hal itu sebagai sesuatu yang bisa saja terjadi,” ujar Andrew.
Selain itu, dalam diskusi ini Andrew juga menjelaskan bagaimana kemenangan Trump memengaruhi negara-negara di Asia. Terkait hal ini, ia mengakui bahwa efek yang ditimbulkan lebih sulit diprediksi. Pasca pengumuman hasil pemilu, warga dunia menyaksikan efek yang timbul pada pasar finansial dan perekonomian global, misalnya dengan munculnya gejolak nilai mata uang berbagai negara di dunia. Namun, ia menilai hal ini sebagai hal yang wajar mengingat karakter perekonomian global yang senantiasa berubah.
“Di Asia, efek kemenangan Trump lebih tidak jelas. Tapi satu hal yang pasti adalah bahwa Transpasific Partnership (TPP) akan mati, dan bahwa sekutu AS di Asia merasa sangat khawatir dengan apa yang akan dilakukan oleh presiden yang baru,” jelasnya.
Kekhawatiran ini, menurutnya, timbul dari karakter Trump sebagai seorang pebisnis yang dianggap akan memiliki pertimbangan yang lebih transaksional dan memikirkan pengaruh jangka pendek dalam relasi dengan negara-negara sekutu. Selain itu, ia juga dianggap tidak memiliki kesabaran untuk terlibat dalam isu-isu sulit yang menyangkut kepentingan negara-negara lain.
Meski demikian, Andrew memandang bahwa akan ada beberapa kebijakan dari pemerintahan Barrack Obama yang dilanjutkan, dan ia pun berharap kebijakan yang akan diambil oleh Trump dan jajaran kabinet yang ia pilih adalah sesuatu yang baik.
“Banyak orang Amerika yang memilih Trump karena mereka benar-benar ingin melihat adanya perubahan. Terlepas dari apa yang ia katakan saat kampanye, saya harap nantinya Trump akan mengambil keputusan yang benar untuk rakyat Amerika,” ucap Andrew. (Humas UGM/Gloria)