Pemerintah Indonesia sejak tahun 2001 menetapkan UU Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua sebagaimana diubah dengan UU Nomor 35 tahun 2008 tentang otonomi khusus bagi Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat. Ditetapkannya Papua sebagai daerah otonomi khusus dapat dipandang sebagai bentuk aktualisasi terhadap perubahan paradigma baru dalam berbagai permasalahan di Papua. Kebijakan pemberlakuan otonomi khusus ini diharapkan dapat semakin meningkatkan kesejahteraan Papua.
Salah satu parameter kesejahteraan masyarakat adalah kemiskinan. Hal itu lah yang coba dibedah oleh Edi Purwanto dalam disertasinya berjudul “Pengaturan Penanganan Fakir Miskin Pada Era Otonomi Khusus Provinsi Papua.” Secara spesifik, Edi Puwanto ingin mengetahui bagaimana pengaturan penanganan fakir miskin pada era otonomi khusus di Papua. Selain itu, Edi juga ingin menganalisis faktor-faktor penyebab penanganan fakir miskin pada era otonomi khusus Papua
Menurut Edi, peraturan perundang-undangan tingkat daerah merupakan pengejawantahan dari beberapa sendi ketatanegaraan yang berdasarkan Pancasila dan UUD RI Tahun 1945, diantaranya yakni sendi kesejahteraan umum dan sendi keadilan sosial bagi seluruh rakyat.
“Melalui otonomi khusus yang memberikan kewenangan lebih luas terhadap pemerintah daerah seharusnya dapat menjadi solusi dalam upaya pemenuhan hak-hak fakir miskin. Dengan pemenuhan hak-hak tersebut maka diharapkan dapat membantu masyarakat keseluruhan guna pengentasan kemiskinan,” paparnya dalam ujian terbuka program doktor di FH UGM, Sabtu (19/11).
Hasil penelitian Edi memaparkan beberapa faktor penyebab belum terpenuhinya hak-hak fakir miskin diantaranya yakni terkait pengaturan dan pelaksanaan perekonomian berbasis kerakyatan. Menurut Edi, pengaturan dan penyelenggaraan pendidikan bagi Komunitas Adat Terpencil (KAT), serta pelaksanaan kesehatan belum memenuhi prinsip otonomi khusus. Edi menambahkan, penggunaan dana otonomi khusus juga belum mengutamakan bagi biaya pendidikan dan kesehatan pada daerah-daerah tertinggal.
“Selain itu, pengawasan Dewan Perwakilan Rakyat Papua (DPRP) dan Majelis Rakyat Papua (MRP) yang lemah juga menjadi salah satu faktor penyebab belum terpenuhinya hak-hak fakir miskin di Papua,”kata Dosen Sekolah Tinggi Ilmu Hukum Umel Mandiri, Jayapura itu.
Di akhir ujian terbuka, Edi memberikan beberapa saran terkait pemenuhan hak-hak fakir miskin di Papua. Edi menyarankan agar pemerintah memperjelas dan mempertegas pengaturan penggunaan dana otonomi khusus, khususnya yang dialokasikan pada pembiayaan kegiatan pendidikan dan kesehatan. Selain itu, Edi juga mengimbau untuk meningkatkan pengawasan DPRP dan MRP. (Humas UGM/Catur)