Indonesia merupakan salah satu negara dengan kekayaan hayati terbesar di dunia, termasuk dari jenis amfibi. Sayangnya, keberadaan amfibi belum banyak dikenal oleh masyarakat, bahkan tidak sedikit diantaranya terancam punah.
Mirza Dikari Kusrini, ahli herpetofauna dari IPB, mengatakan penelitian di bidang amfibi di Indonesia masih jauh tertinggal dibandingkan penelitian satwa liar lainnya seperti orangutan, harimau, dan gajah. Penelitian mengenai amfibi masih sangat minim dan cenderung diabaikan. Hal tersebut sangat disayangkan mengingat Indonesia masuk dalam lima besar dunia dengan populasi amfibi tertinggi.
“Ada 436 spesies amfibi yang hidup di Indonesia, dan 20 persen diantaranya merupakan hewan endemik Indonesia,” kata Mirza, Senin (21/11) dalam kegiatan Pelatihan Pengenalan dan Metode Pengamatan Herpetofauna di Fakultas Biologi UGM.
Mirza menyebutkan dari total jumlah amfibi di Indonesia tersebut, 10 persen diantaranya berada dalam risiko kepunahan karena perubahan dan hilangnya habitat, pencemaran, penyakit, dan faktor lainnya. Menurut catatan International Union for Conservation of Nature (IUCN) Redlist tahun 2014 setidaknya ada 2 jenis katak dari Jawa yang masuk kategori rentan dan katak jenis L. cruentata masuk kategori terancam punah.
“Hampir 30 persen amfibi Indonesia digolongkan IUCN Redlist dalam status data deficient atau belum bisa diidentifikasi secara lengkap,” jelasnya.
Hal serupa terjadi pada hewan reptil di Indonesia. Keberadaan reptil semakin terancam karena adanya perubahan habitat dan perdagangan ilegal. Hingga saat ini terdapat 721 jenis reptil yang hidup di wilayah Indonesia dan tidak sedikit diantaranya yang terancam punah.
Oleh sebab itu, upaya memperkenalkan dan meningkatkan pemahaman masyarakat terhadap kehidupan amfibi dan reptil giat dikampanyekan melalui program “Amfibi dan Reptil Kita” (ARK). Program tersebut diinisiasi oleh Fakultas Kehutaan IPB, Fakultas Biologi UGM, dan Perhimpunan Herpetologi Indonesia didukung National Geographic. Salah satu kegiatan ARK adalah pelatihan pengenalan dan metode pengamatan herpetofauna yang dilaksanakan di Fakultas Biologi UGM. Acara diikuti 20 peserta dari komunitas pencinta amfibi dan reptil di DIY dan sekitarnya, mahasiswa, dan masyarakat umum.
Dalam kegiatan ini diberikan pelatihan cara mengidentifikasi jenis amfibi dan reptil meliputi pengenalan cecak,kura-kura, ular, dan amfibi, serta penanganan gigitan ular. Selain itu, peserta juga diperkenalkan dengan berbagai kekayaan hepertofauna Indonesia melalui pengamatan secara langsung di kawasan Menoreh Kulon Progo.
Kegiatan Pelatihan Pengenalan dan Metode Pengamatan Herpetofauna di Fakultas Biologi UGM turut menghadirkan narasumber lain seperti Amir Hamidy dan Evy Arida (Museum Zoologi-LIPI), Tri Maharani (Pakar gigitan ularan dan toksikologi), Rury Eprilurahman dan Donan Satria (ahli herpetology Fakultas Biologi UGM), serta Mila Rahmania (pemerhati herpetofauna).
Sebelumnya, Dekan Fakultas Biologi UGM, Dr. Budi S. Daryono., dalam sambutannya berharap melalui kegiatan ini dapat meningkatkan pemahaman dan kesadaran generasi muda terhadap kekayaan hayati Indonesia, termasuk amfibi dan reptil. Tidak lupa, dia pun mengajak para mahasiswa dan generasi muda untuk turut berperan aktif dalam upaya menjaga dan melestarikan keanekaragaman hayati Indonesia yang sangat berlimpah serta memiliki potensi besar untuk dimanfaatkan dalam berbagai bidang kehidupan termasuk sebagai biomedis.
“Jangan sampai kekayaan hayati kita hilang, bahkan tinggal cerita saja. Bersama-sama kita jaga dan lestarikan biodiversitas Indonesia,” ajaknya. (Humas UGM/Ika)