Indonesia saat ini masih kekurangan tenaga di bidang Informasi Geospasial (IG). Tidak hanya dari sisi kuantitas namun juga sisi kualitas dan distribusinya juga masih minim. Menurut Kepala Bidang Pengembangan SDM dan Industri Informasi Geospasial, Badan Informasi Geospasial (BIG), Dr. Sumaryono, saat ini tenaga Informasi Geospasial (IG) yang dibutuhkan mencapai 33.414 namun SDM yang tersedia hanya 11.084 orang. “Diprediksi jumlah kebutuhan tenaga IG tahun 2024 mencapai 40.743 orang,” kata Sumaryono dalam sosialisasi Standar kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI) bidang Informasi Geospasial di Ruang Auditorium Merapi, Fakultas Geografi UGM, Rabu (23/11).
Menurutnya, beberapa bidang keahlian yang dibutuhkan dalam IGM meliputi penginderaan jauh, fotogrametri, sistem informasi geografi, survei kewilayahan dan kartografi. Dari sisi kualitas dan kompetensi tenaga suveyor IG yang ada saat ini, menurut Sumaryono, di tingkat Asean saja jumlah surveyor Indonesia mencapai 5.500 orang atau berada di peringkat kedua setelah Filipina yang jumlah suveyornya mencapai 9.325. Meski begitu, jumlah surveyor di Indonesia tersebut belum ada yang terlisensi. “Sebanyak 4.397 surveyor di Filipina sudah terlisensi. Sementara Malaysia dan Singapura yang masing-masing memiliki 662 dan 100 suveyor, masing-masing 531 surveyor Malaysia dan 66 surveyor Singapura sudah memiliki lisensi,” paparnya.
Menurutnya, BIG dan perguruan tinggi perlu melakukan upaya untuk mendorong pengembangan SDM bidang Informasi Geospasial berbasis kompetensi. Apalagi, pengembangan SDM berbasis kompetensi sudah menjadi tren nasional dan dunia. “Perlu harmonisasi antara kebutuhan kompetensi SDM dengan kurikulum pendidikan formal, diklat dan kursus,” katanya.
Dosen Fakultas Geografi UGM, Drs. Projo Danoedoro M.Sc., mengatakan dari sisi perspektif geografi memang masih ada gap antara penguasaan keterampilan teknis dengan penguasaan konseptual teoretis terkait aplikasi yang tidak sepenuhnya terakomodasi dalam Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI) bidang Informasi Geospasial. Menurutnya, pengembangan kurikulum harus sepenuhnya mengakomodasi SKKNI dan memuat konten lebih penguasaan kompetensi. “Sebaliknya, yang dimasukkan dalam SKKNI lebih bersifat teknis terukur bukan penguasaan pengetahuan,” ujarnya.
Sementara itu, Dr. Harintaka S.T., M.T., Dosen Departemen Geodesi FT UGM, menyampaikan beberapa teknologi mutakhir yang bisa dimanfaatkan dalam bidang informasi geospasial diantaranya teknologi lidar/ALS, mapping from space, dengan skala luasan yang lebih besar. “Bahkan, sudah ada mobile mapping yg dikembangkan oleh perusahaan Google,” katanya. (Humas UGM/Gusti Grehenson)