Berakhirnya target Millenium Development Goals (MDGs) pada tahun 2015 menyisakan segudang pekerjaan rumah bagi Indonesia, salah satunya terkait persoalan di bidang kesehatan. Karena itu, untuk mencapai target Sustainable Development Goals (SDGs) yang menjadi kelanjutan dari MDGs, khususnya dalam bidang kesehatan, diperlukan peran serta dari berbagai elemen masyarakat, termasuk pranata kesehatan seperti dokter, perawat, serta bidan.
“Sebagai seorang penyedia layanan kesehatan, bidan memiliki peran yang strategis dan sangat unik. Bidan adalah seorang agen pembaru yang sangat dekat dengan masyarakat dan hidup di tengah-tengah masyarakat, serta berperan dalam memberdayakan perempuan dan masyarakat,” ujar Pengurus Pusat Ikatan Bidan Indonesia, Dr. Emi Nurjasmi, M.Kes, Minggu (4/12) di Grha Sabha Pramana UGM.
Dalam mencapai SDGs, seorang bidan dapat berperan dalam pencapaian target ketiga dari SDGs, yaitu kehidupan sehat dan sejahtera, khususnya terkait kesehatan ibu dan bayi. Masalah kesehatan ibu dan bayi menjadi salah satu isu penting yang dihadapi Indonesia dalam dekade ini. Angka kematian pada bayi memang mengalami penurunan, yaitu dari 68/1000 kelahiran pada tahun 1991 menjadi 32/1000 pada tahun 2012. Meski demikian, dibandingkan dengan jumlah pada tahun 2007, angka kematian ibu pada tahun 2012 justru menunjukkan peningkatan, yaitu dari 228 menjadi 359 per 100.000 kelahiran.
Peran seorang bidan, jelas Emi, mencakup fungsi dalam layanan kesehatan primer, layanan kesehatan sekunder, layanan kesehatan tersier, serta fungsi promotif untuk menjaga kesehatan masyarakat. Tenaga kerja bidan, dengan sistem kesehatan yang baik, dapat mendukung wanita dan perempuan untuk mencegah kehamilan yang tidak diinginkan, menyediakan pendampingan di sepanjang kehamilan dan kelahiran, serta menyelamatkan nyawa bayi yang lahir terlalu awal.
Dalam kesempatan ini, Emi juga menekankan pentingnya penggunaan teknologi secara bertanggung jawab dalam pelayanan kesehatan dan kebidanan. Sesuai tujuan yang diharapkan, baginya teknologi tepat guna haruslah menerapkan metode yang hemat sumber daya, mudah pemeliharaan, dan berdampak polutif minimalis dibandingkan dengan teknologi arus utama yang pada umumnya beremisi banyak limbah dan mencemari lingkungan.
“Dalam memberikan pelayanan kebidanan, bidan diharapkan selektif dalam memilih teknologi atau tidak menggunakan teknologi tinggi tanpa indikasi yg jelas,” imbuhnya saat berbicara kepada para mahasiswa kebidanan yang hadir dalam Seminar Nasional Mahasiswa Kebidanan.
Seminar yang dihadiri oleh ratusan mahasiswa kebidanan dari berbagai perguruan tinggi di Indonesia ini merupakan kegiatan tahunan yang diselenggarakan oleh Himpunan Mahasiswa Kebidanan SV UGM dan sekaligus menjadi salah satu bagian dari rangkaian perayaan Dies Natalis UGM ke-67 yang mengusung tema “Dari UGM untuk Indonesia Sehat.” Dalam penyelenggaraan yang ketiga, Seminar Nasional Mahasiswa Kebidanan kali ini mengangkat tema Peran Bidan dalam Menyukseskan SDGs melalui Inovasi dan Teknologi Tepat Guna.
“Tujuan seminar ini diadakan secara umum untuk memfasilitasi mahasiswi-mahasiswi kebidanan, para bidan, serta dosen diseluruh Indonesia agar dapat meng-update ilmu pengetahuan. Selain itu, ini merupakan wujud dukungan kami dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan harapannya dapat berdampak pada peningkatan mutu pendidikan dan pelayanan kebidanan,” ujar Vina Kencana selaku panitia seminar, Kamis (8/12).
Dalam kesempatan yang sama, Staf Khusus Menteri Kesehatan bidang Peningkatan Kemitraan dan SDGs, Diah S. Saminarsih, memaparkan perlunya memperkuat sistem kesehatan yang sesuai dengan perspektif kebijakan global sebagai jawaban atas tantangan yang dimunculkan dari penerapan SDGs.
“SDGs menyoroti agenda baru dari pembangunan sektor kesehatan secara global. Ini turut memasukkan NCDs dan cakupan kesehatan univesal sebagai dua target utama dalam tujuan ketiga dari SDGs. Dua tujuan tambahan ini ditambah dengan agenda MDGs yang belum selesai yaitu membuat referensi global yang sangat komprehensif,” paparnya. (Humas UGM/Gloria)