Senin, 19 Desember 2016, Universitas Gadjah Mada genap berusia 67 tahun. Terlahir sebagai Pusat Ilmu Pengetahuan, Kebudayaan dan Peradaban bangsa, UGM konsisten dalam mengobarkan semangat Bhineka Tunggal Ika dan meneguhkan kedaulatan Indonesia. Berkomitmen dalam mengembangkan IPTEKS dan sumber daya manusia untuk mewujudkan kemajuan peradaban bangsa.
Rektor UGM, Prof.Ir. Dwikorita Karnawati, M.Sc., Ph.D., mengatakan UGM harus menjadi bagian dari pengembangan ilmu pengetahuan, inovasi teknologi, dan sumber daya manusia dalam mewujudkan kejayaan nusantara. UGM harus mampu menjadi bagian dari solusi dalam mengatasi berbagai persoalan bangsa, mewujdukan Indonesia sejahtera dan tangguh menghadapi persaingan global.
Dwikorita menyebutkan kesenjangan antara pedesaan dan perkotaan yang tergolong tinggi menjadi salah satu persoalan yang masih dihadapi Indonesia. Tingkat kemiskinan di pedesaan secara konstan terus meningkat dari tahun 2005 hingga 2014 yang diikuti dengan meningkatnya kesenjangan antara kaya dan miskin. Data World Bank mencatat adanya peningkatan koefisien gini 0,32 tahun 1999 meningkat menjadi 0,41 pada tahun 2012. Potret kesenjangan tersebut semakin meneguhkan tekad UGM untuk menggalakkkan inovasi dalam bidang pengembangan sumber daya manusia dan IPTEKS.
“UGM berkomitmen menegakkan nilai-nilai kemanusiaan dan meningkatkan kesejahteraan bangsa dengan memacu inovasi dan mengawal lompatan kemajuan pembangunan dan produktivitas masyarakat desa melalui program ‘Smart and Resilient Vilagge,”tegas Rektor UGM, Prof.Ir. Dwikorita Karnawati, M.Sc., Ph.D., saat menyampaikan Laporan Rektor dalam puncak peringatan Dies Natalis ke-67 UGM, di Grha Sabha Pramana, Senin (19/12).
Program Smart and Resilient Vilage dikembangkan berbasis pengembangan riset dan inovasi teknologi serta perluasan akses pendidikan dan sumber daya. Gerakan tersebut merupakan pengejawantahan UGM sebagai Universitas nDeso (University of the village). Sebagai Universitas Ndeso, UGM memiliki tanggung jawab dan peran besar dalam membawa kejayaan nusantara di tingkat dunia melalui pembangunan wilayah pedesaan berbasis pengetahuan.
“Sejak awal berdiri, UGM telah menyerukan bahwa pembangunan Indonesia harus dimulai dari daerah pedesaan. Untuk mewujudkan komitmen ini UGM membuka akses pendidikan seluas-luasnya bagi saudara-saudara kita dari wilayah pedesaan maupun wilayah 3 T (Tertinggal, Terluar, dan Terdepan),”urainya.
Salah satu kebijakan yang diambil UGM untuk mewujudkan lompatan strategis dalam mewujudkan kejayaan nusantara salah satunya adalah dengan melakukan reorientasi akademik yang telah dilakukan pada tahun 2014. Paradigma pendidikan yang semula berorientasi riset diarahkan menuju socio-enterpreneurial dengan inovasi sebagai motor utamanya. Berbagai pusat inovasi dikembangkan untuk melahirkan beragam hasil inovasi untuk dihilirkan ke masyarakat dan industri. Hilirisasi produk inovasi dilakukan melalui kawasan produktif yakni Science Techno Park, Teaching Industry, dan Teaching Factory.
“Dalam kesempatan ini juga dilaunching Digital Innovation Center yang merupakan salah satu bentuk Teaching Factory sebagai sarana sinergi antar akademisi dengan industri yang akan memproduksi teknologi digital sebagai sarana pembangunan desa dan derah-daerah marginal,”paparnya.
Sementara Guru Besar Fakultas Kedokteran UGM, Prof.Dr.dr. Sutaryo, Sp.AK., dalam pidato ilmiah menyampaikan bahwa kualitas manusia masih menjadi persoalan yang dihadapi oleh bangsa Indoensia. Data komparasi antar negara di tahun 2015 menunjukkan bahwa Indonesia masih sangat tertinggal dalam kualitas manusianya yakni berada di urutan 110 dari 188 negara dengan indeks pembangunan manusia (IPM) 0,68.
“Hal ini menunjukkan bahwa Indonesia masih perlu meningkatkan upaya dalam pembangunan kualitas manusia agar sejajar dengan negara-negara maju di ASEAN,” jelasnya.
Menurutnya, harapan tersebut dapat dicapai dengan menyingkirkan tantangan dalam upaya mencapai Indonesia sehat. Untuk mencapai Indonesia sehat mutlak diperlukan bibit manusia yang berkualitas. Oleh karena itu, negara perlu menjamin kesehatan ibu hamil yang optimal.
Tidak hanya itu, dikatakan Sutaryo, anak-anak Indonesia tidak boleh kekurangan gizi hingga usia dua tahun. Pasalnya, di masa itu merupakan waktu pembentukan otak paling cepat dan optimal dalam tumbuh kembang anak. Selain itu, pendidikan di lingkungan keluarga, masyarakat, dan sekolah merupakan pilar budaya hidup sehat. Oleh sebab itu, pendidikan guru dan ibu harus menjadi program utama pemerintah.
“Untuk mewujdukan Indonesia sehat juga perlu reformasi di semua institusi riset kesehatan serta sistem komando untuk Gerakan Masyarakat Hidup Sehta,” pungkasnya.
Dalam puncak peringatan Dies Natalis ke-67 UGM turut diluncurkan Digital Innovation Center, UGM-Mall, dan peluncuran Majalah Alumni UGM. (Humas UGM/Ika;foto: Firsto-Donnie)