Transformasi proses sosiopolitik sejak reformasi 1998 dan gerakan demokratisasi melalui desentralisasi kekuasaan membawa pengaruh signifikan terhadap konstruksi identitas keagamaan dan etnis masyarakat Ambon. Reinterpretasi tradisi lokal (adat) dan restrukturisasi lembaga-lembaga adat memengaruhi koneksi-koneksi institusional antara lembaga adat dan lembaga keagamaan.
Relasi-relasi antaragama dan politik identitas berdasarkan jejaring kekerabatan (mataruma). Selain itu, muncul pula makna-makna baru terhadap struktur-struktur tradisi lokal, seperti pela dan gandong, khususnya sebagai implikasi konflik sosioreligius tahun 1999-2005. Akibatnya, perhatian tidak hanya pada transformasi struktural lembaga-lembaga sosiopolitik, namun lebih mengenai dampak transformasi sosiopolitik negara sebagai matra makro yang memengaruhi relasi-relasi kuasa dan relasi-relasi sosial keseharian pada tingkat lokal.
“Karena itu, studi ini juga memperlihatkan sisi lain dari implikasi desentralisasi kekuasaan politik dan revitalisasi tradisi lokal Ambon,”ujar Steve Gerardo Christoffel Gaspersz, dosen Fakultas Teologi Univeristas Kristen Indonesia Maluku (UKIM), saat menempuh ujian terbuka Program Doktor Sekolah Pascasarjana UGM, Selasa (20/12).
Secara Teoretis, kata Steve, teori praktis Bourdieu membentangkan suatu perspektif untuk menelisik bagaimana makna-makna historis, sosiologis, budaya dan politis saling terjalin dalam berbagai ekspresi sosial keseharian melalui bahasa, struktur tradisi lokal, relasi antaragama serta penampilan simbolis melalui adat dan ritual adat (Islam dan Kekristenan). Konsep habitus Bourdieu digunakan untuk menjembatani keretakan epistemologis yang menandai analisis sosiologis yang kerap terperangkap dalam dikotomi ‘objective’ (struktural) dan ‘subjective’ (aktor).
“Kedua matra itu ditempatkan bersama-sama dengan proses ‘struktur yang dibentuk dan ‘struktur yang membentuk’ yang menggerakkan dinamika sosial dan historis dari masyarakat,” jelas Steve Gerardo.
Melalui disertasi Negotiating Religious Identities, Cultural Authorities and Modernity in Leihitu, Ambon Island, Steve Gerardo menggambarkan strategi pembangunan komunitas lokal, dalam arti luas dan fundamental dapat diterapkan dengan memahami pandangan dunia komunitas lokal sebagai manifestasi kesadaran historis dan budaya, yang dibentuk melalui pengalaman kehidupan yang panjang dan dinamis. Model pembangunan oleh Orde Baru telah membuktikan bahwa penekanan pada paradigma pertumbuhan ekonomi, stabilitas nasional dan kekuasaan terpusat, telah menciptakan tirani negara dan eksploitasi sumber daya alam yang destruktif serta merendahkan kualitas eksistensial kehidupan manusia dan budaya masyarakat lokal.
“Pada titik itu, studi ini menawarkan suatu perspektif baru tentang strategi kebudayaan untuk pembangunan masyarakat dengan orientasi menemukan nilai-nilai intrinsik dari tradisi lokal sebagai fondasi untuk menyerap perubahan sosial yang sejalan dengan kearifan lokal yang sebenarnya adalah modal sosial dan modal budaya mereka,” papar Steve didampingi promotor Prof. Dr. Paschalis Maria Laksono dan ko-promotor Dicky Sofjan, Ph.D. (Humas UGM/ Agung)