Fransiskus Borgias, dosen Universitas Parahyangan, Bandung, dinyatakan lulus Program Doktor dari Program Studi S-3 Inter Religious Studies (IRS) Sekolah Pascasarjana UGM. Pria kelahiran Manggarai, 2 Oktober 1962 ini lulus setelah berhasil mempertahankan disertasi berjudul Manggarian Myths, Rituals, and Christianity: Doing Contextual Theology in Eastern Indonesia.
Dalam disertasinya, Fransiskus Borgias banyak mengupas hal-hal seperti mitos tentang Tuhan Allah, mitos kosmos, dan bagaimana masyarakat Manggarai mulai mengenal makanan. Ternyata, mitos-mitos tersebut berkaitan dengan ritual masyarakat Manggarai.
“Ibaratnya seperti Bali, ritual di Manggarai sebenarnya banyak, namun semenjak masuknya ajaran Gereja, ritual tersebut tidak banyak lagi. Meski begitu, ritual-ritual yang besar masih dilaksanakan seperti ritual Pentik,” katanya, di Sekolah Pascasarjana UGM, Kamis (22/12).
Borgias menandaskan seiring sejarah pergerakan misi dunia maka pewartaan iman Kristiani (Katolik) ke Manggarai memberi perubahan dalam hidup masyarakat Manggarai. Mereka yang semula dari kehidupan tradisional menuju pada kehidupan pasca-tradisional karena pengaruh dari kehidupan modern yang dibawa oleh pelbagai macam faktor dari luar.
Di bagian lain, Borgias membahas tentang timbal balik antara Katolisisme dan pikiran orang Manggarai tentang pribadi manusia, ruang, waktu, mitos dan ritual. Soal pribadi manusia disoroti dalam lima pokok, yaitu sistem kekerabatan, peristiwa kelahiran, peristiwa perkawinan, peristiwa kematian dan tentang kedudukan atau status kaum perempuan dalam praksis hidup masyarakat Manggarai.
Sementara itu, konsep tentang ruang secara lebih rinci dihat dari lima hal pokok, yaitu Rumah (Mbaru Tembong), Kampung (Beo bate lonto), Kebun (Um bate duat), makam (boa) dan Mata Air (wae teku). Konsep atau pengalaman tentang waktu lebih lanjut juga bisa dilihat dari pengalaman orang Manggarai akan hari, minggu dan bulan.
“Orang Manggarai memiliki nama-nama bulan sendiri yang tersimpan dalam ingatan kolektif mereka, walaupun sekarang ini sudah tidak lagi mereka tetap mempergunakan dalam kehidupan sehari-hari sebab nama-nama bulan itu sudah digantikan dengan nama-nama bulan dari sistem kalender modern (internasional),” tuturnya. (Humas UGM/ Agung)