Dalam satu bulan terakhir Menteri Luar Negeri (Menlu), Retno Marsudi, tengah melakukan diplomasi cukup intens dalam menyelesaikan konflik kemanusiaan yang menimpa masyarakat muslim Rohingya di Rakhine Myanmar. Diplomasi yang ia lakukan dengan menjembatani terjalinnya hubungan baik antara Myanmar dan Bangladesh yang selama ini memburuk karena konflik daerah perbatasan. Apa yang dilakukan pemerintah tersebut, menurut Retno, sebagai salah tugas RI menjalankan kebijakan politik luar negri yang bebas dan aktif dengan ikut serta menjaga perdamian dunia. “Saya melakukan diplomasi yang dilakukan secara hati-hati dan tidak menimbulkan kegaduhan. Karena konflik Rohingya merupakan isu sangat sensitif menyangkut negara yang berdaulat penuh, kedaulatan sebuah negara harus dihormati,” kata Retno Marsudi dalam orasi Anugerah Hamengku Buwono IX yang berlangsung di Kraton Yogyakarta, Jumat malam (30/12).
Diakui Retno, tidak mudah untuk menyelsaikan konflik horizontal yang terjadi di Rakhine Myanmar. Pasalnya, terdapat sentimen isu agama yang menjadi pemicu terjadinya konflik tersebut. Untuk bisa terlibat aktif dalam menyelesaikan konflik kemanusiaan tersebut ia tidak segan-segan meminta masukan pada pimpinan organisasi keagamaan di tanah air. “Di dalam negeri saya melakukan komunikasi dengan tokoh agama dan organisasi Islam meminta masukan mereka bagaimana membantu mengatasi permasalahan masyarakat muslim Rohingya,” katanya.
Untuk bisa terlibat diplomasi langsung, kata Retno, ia diperintah oleh Presiden Joko Widodo untuk bertemu dengan pemimpin Myanma, Aung San Suu Kyi, di Myanmar beberapa waktu lalu.”Presiden memutuskan saya bertemu langsung dengan Aun San Suu Kyi di kediaman beliau. Kita berbicara empat mata bahas masalah Rakhine. Kita sepakat tentang pentingnya pemerintah Myanmar dan ASEAN segera mengatasi situasi di Rakhine,” ujarnya.
Dari pertemuan tersebut, lanjut Retno, ia dan Suu Kyi sepakat melakukan pertemuan lanjutan dengan para Menlu di tingkat ASEAN untuk membahas masalah pengungsi Rohingya. Pada pertemuan para Menlu ASEAN, pemerintah RI mengusulkan beberapa opsi, salah satunya pemerintah Myanmar membuka akses untuk aksi kemanusiaan dan membuka akses media agar situasi diketahui oleh dunia luar,” Kita mengusulkan akses kemanusiaan dan akses pada media secara bertahap dan terbatas. Kita meminta Myanmar menyampaikan update tentang penanganan Rakhine,” katanya.
Usai bertemu dengan Suu Kyi, ujar Retno,ia mengunjungi kamp pengungsi muslim di Kutupalong di Cox’s Bazar, Bangladesh. Ia pun juga bertemu dengan Perdana Menteri Bangladesh serta Menlu negara tersebut. Kunjungan dengan pimpinan negara Bangladesh tersebut, menurut Retno, karena negara itu memiliki daeerah perbatasan dengan Myanmar yang selama ini terus bergejolak. “Kedua negara kita dorong memiliki hubungan yang baik dalam megelola perbatasan. Jika hubungan mereka memburuk bukan tidak mungkin jumlah pengungsi akan melimpah dan berdampak sampai ke Asia Tenggara,” terangnya.
Meski hasil diplomasi yang dilakukannya saat ini belum serta merta dalam waktu dekat mampu mewujudkan perdamaian di Myanmar, namun upaya diplomasi tersebut setidaknya membuahkan hasil dimana kedua negara, Myanmar dan Bangladesh, sepakat untuk saling mengirim utusan khusus untuk menyelesaikan masalah perbatasan dan maslah pengungsi yang tinggal di perbatasan. Selain itu, kata Retno, pemerintah Myanmar menyampaikan apresiasi atas langkah yang dilakukan pemerintah RI menyelesaikan konflik horizontal di negaranya, “Semua langkah yang kita ambil ini membutuhkan proses sangat panjang, detail dan hati-hati karena menyangkut kedaulatan negara lain,”imbuhnya.
Baru-baru ini, kata Retno, pemerintrah RI telah mengirim bantuan sebanyak 10 kontainer yang berisi makanan dan pakaian untuk para pengungsi muslim Rohingya. Sementara untuk program jangka panjang, pemerintah akan memberikan bantuan peningkatan capacity building dalam hal bantuan teknis upaya penangangan perdagangan obat terlarang dan perdagangan manusia, kerja sama peningkatan kapasitas good governance, dan interfaith dialogue. “Kita ingin nantinya Myanmar bisa meniru Indonesia dimana umat Budha bisa hidup berdampingan secara damai dengan Muslim. Upaya yang kita lakukan ini dilakukan secara kontinu,”katanya.
Menteri Luar Negeri RI, Retno LP Marsudi, dalam orasinya mengatakan penghargaan anugerah HB IX tersebut sebagai pendorong dan penyemangat bagi dirinya maupun diplomat lain untuk bekerja secara lebih baik lagi. “Dalam menjalankan politik luar negeri saya akan selalu menjalankan politik luar negeri dengan hati. Saya selalu berpesan dengan para diplomat muda kita, tidak cukup bekerja hanya karena dibayar. Tapi bekerjalah dengan hati, yakinlah kelelahan itu terasa tidak akan ada,” ujarnya.
Rektor UGM, Prof. Ir. Dwikorita Karnawati, M.Sc., Ph.D., mengatakan pemberian penghargaan pada Retno Marsudi ini merupakan hasil seleksi ketat dari anggota Dewan Guru Besar UGM yang memilihnya sebagai tokoh yang layak mendapatkan Anugerah HB IX tahun ini. Anugerah ini merupakan sebuah penghargaan bagi warga Negara Indonesia yang telah menunjukkan prestasi dan dedikasi nyata dalam melanjutkan cita-cita dan perjuangan Sri Sultan Hamengku Buwono IX. “Retno Marsudi kita pandang sangat tepat didasarkan atas jasanya di dalam bidang kemanusiaan, diplomasi penegakan kedaulatan NKRI dan perlindungan WNI yang ada di luar tanah air,”kata Rektor. Rektor menyebutkan Retno merupakan penerima anugerah HB IX yang ke-17 dari tokoh-tokoh nasional lainnya yang sudah mendapatkan penghargaan serupa dari UGM.
Raja Keraton Yogyakarta, Sri Sultan Hamengku Buwono X, mengatakan pemberian Anugerah HB IX ini sebagai tradisi dan penghormatan. Menurut Sultan, penghargaan yang diberikan tersebut memang tidaklah sepadan dari prestasi dan dedikasi yang telah diberikan oleh sang penerima anugerah. “Retno Marsudi sebagai tokoh yang memiliki komitmen kuat bagi kemanusiaan dan mendorong terwujudnya perdamaian dunia,”katanya.
Menlu perempuan pertama di tanah air ini, menurut Sultan, sangat layak mendapat Anugerah HB IX karena telah berhasil melanjutkan cita-cita dan perjuangan Sri Sultan HB IX. “Almarhum adalah pejuang kemerdekaan, nasionalis dan bercita- cita tinggi dalam pembangunan bangsa, teknologi dan kemanusiaan. Dengan harapan seperti itulah, saya menyampaikan ucapan selamat pada Retno Marsudi atas diberikannya anugerah ini,”pungkasnya. (Humas UGM/Gusti Grehenson;foto: Firsto)