PT Pertamina (Persero) mendukung pemberlakuan satu harga BBM di seluruh Indonesia. Pemberlakuan satu harga BBM tersebut dilakukan melalui penguatan akuntabilitas dan transparansi di sektor ekstraktif.
Sementara itu, kinerja perusahaan sepenuhnya diarahkan untuk menopang kebijakan pemerintah dalam mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia. Bahkan, dalam dua tahun terakhir Pertamina mengoptimalkan lima pilar bisnis migas dari hulu ke hilir demi mengamankan kebutuhan energi nasional.
Demikian disampaikan Direktur Utama Pertamina, Dwi Soetjipto, saat memberi sambutan kunci pada pelatihan “Peningkatan Akuntabilitas Tata Kelola Sumber Daya di Asia Pasifik” di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIPOL) UGM, Rabu (11/1). Hadir dalam pelatihan tersebut Deputi I Kepala Staf Kepresidenan, Darmawan Prasodjo, Koordinator Tim Sumber Daya Alam Direktorat Litbang KPK, Dian Patria, dan Program Ekonomi NRGI, Patrick Heller, beserta para pakar, praktisi, akademisi, dan peneliti di sektor industri ekstraktif di Asia Pasifik.
Dwi Soetjipto menandaskan peran Pertamina dalam mendukung kebijakan pemerintah untuk mewujudkan “satu harga BBM” di seluruh Indonesia merupakan langkah yang tidak mudah. Sejumlah kendala ditemui untuk mendukung kebijakan tersebut, diantaranya jalur distribusi yang berbiaya tinggi dari Sabang sampai Merauke.
Beberapa langkah yang dilakukan Pertamina juga terkendala, seperti krisis harga minyak dunia yang turun hingga 16 persen. Selain itu, kapasitas produksi minyak mentah Indonesia tidak mencukupi sehingga perlu mengimpor sekitar 15 persen dari total kebutuhan minyak bumi 1,6 juta barel per hari.
Saat ini, kata Dwi Soetjipto, produksi minyak mentah sekitar 1,07 juta barel, sementara kapasitas kilang baru memenuhi 800.000 barel per hari. Diakuinya, dengan BBM Satu Harga, masyarakat memang merasakan betul dampak positifnya.
“Dengan harga BBM yang lebih terjangkau, masyarakat menjadi lebih leluasa dalam melakukan aktivitas ekonomi, lebih produktif dan distribusi barang menjadi lebih efisien sehingga memengaruhi harga-harga barang lainnya,” terang Dwi.
Mengingat berbagai kendala dan demi mendukung kebijakan pemerintah dalam melayani masyarakat secara langsung, Pertamina mengoptimalkan berbagai strategi. Strategi tersebut ditopang oleh lima pilar, yaitu meningkatkan bisnis di hulu migas, mendorong efisiensi produksi, merevitalisasi kilang minyak, membangun infrastruktur dan meningkatkan kapasitas pemasaran, serta mendorong kinerja keuangan.
Pemangkasan Petral merupakan salah satu langkah efisiensi pengadaan minyak pada tahun 2015 yang menghemat hingga USD 450 juta. Pada semester I 2016, Pertamina membukukan laba bersih USD 1,83 miliar atau naik 221 persen (year on year) yang disokong oleh peningkatan kinerja operasi dan efisiensi dari berbagai inisiatif dan terobosan yang dilakukan.
“Melalui Rencana Induk Pengembangan Kilang dan Grass Root Refinery, Pertamina memproyeksikan ketahanan dan kemandirian energi nasional serta membebaskan Indonesia dari ketergantungan impor produk BBM pada 2023,” papar Dwi Soetjipto.
Pelatihan “Peningkatan Akuntabilitas Tata Kelola Sumber Daya di Asia Pasifik” merupakan kerja sama antara Departemen Politik dan Pemerintahan, FISIPOL UGM dengan Natural Resources Governance Institute (NRGI). Indah Surya Wardhani, panitia training yang juga peneliti PolGov, mengatakan pelatihan peningkatan akuntabilitas tata kelola sumber daya di Asia Pasifik bertujuan untuk menguatkan kapasitas pemangku kepentingan.
“Juga untuk akuntabilitas tata kelola industri ekstraktif dan membangun jejaring multi pihak demi meningkatkan kualitas tata kelola industri ekstraktif di Asia Pasifik. Pelatihan ini telah memasuki tahun keempat, dan kali ini diikuti oleh 26 peserta dari 10 negara, meliputi Indonesia, Myanmar, Vietnam, Filipina, India, Timor Leste, Mexico, Mongolia, Afghanistan, Australia,” ujar Indah Surya Wardhani. (Humas UGM/ Agung)