Fakultas Kedokteran UGM akan mengumpulkan data genom kanker di Indonesia. Hal itu dilakukan untuk membantu proses penanganan kanker secara lebih baik. Pengumpulan data genom dan genetik dari pasien kanker ini akan melibatkan dokter, tenaga kesehatan, dan peneliti kanker dari perguruan tinggi lain. “UGM akan mengembangkan data genom kanker yang akan kita kumpulan berdasarkan populasi orang Indonesia. Belum ada data cancer genome di Indonesia,” kata pakar kanker dari FK UGM, Prof. Dr. Sofia Mubarika, Ph.D., kepada wartawan pada sosialisasi kegiatan pelatihan penanganan kanker yang dikemas lewat program winter course yang diikuti 50 peneliti dan mahasiwa kedokteran dari Indonesia, Malaysia, Jepang dan Thailand di FK UGM, Senin (26/1).
Sofia Mubarika menerangkan pengumpulan data genom kanker di Indonesia sangat membantu dalam pengobatan kanker. Pasalnya, deteksi kanker berbasis genetik ini sangat berperan untuk mengetahui penyebab kanker dan respons gen di tubuh pasien kanker terhadap pengobatan dan terapi yang akan digunakan. “Satu individu bisa responsif dalam pengobatan tertentu karena ada unsur genetik sehingga bisa mendapatkan best treatment dan efisien dalam pengobatan. Jika tidak cocok maka tidak diberikan,” katanya.
Untuk mengumpukan data genom kanker tersebut, pihaknya akan membentuk konsorsium kanker Indonesia dengan membangun jaringan antar perguruan tinggi yang sudah ada. “UGM memang sudah menyiapkan satu penelitian unggulan di bidang kanker salah satunya cancer genom sehingga nantinya bisa bermanfaat bagi penanganan kanker di Indonesia nantinya,” katanya.
Melalui data genom dan gen pasien kanker ini maka pengobatan kanker untuk setiap pasien tidak lagi sama tergantung dari data genetik. Namun begitu, pihaknya akan menggandeng pihak BPJS dan Kementerian Kesehatan untuk bisa memanfaatkan data tersebut untuk keperluan adanya jaminan biaya pengobatan dan terapi pada pasien kanker di rumah sakit, “Apabila sudah diperoleh data genom maka jenis terapinya seharusnya bisa dijamin semua oleh BPJS,” ujarnya.
dr. Susanna Hilda Hutajulu, Ph.D., anggota peneliti kanker dari FK UGM lainnya, menerangkan pengobatan kanker tidak semua bisa dilakukan lewat tindakan kemoterapi. Namun begitu, untuk kanker payudara kemoterapi sebagian besar masih dilakukan karena lebih dari 80 persen pasien kanker yang berobat ke rumah sakit rata-rata penyakit kanker yang dideritanya sudah masuk ke stadium empat. “Terapi kanker tergantung jenis kankernya. Namun, terapi kanker harus dipetakan berdasarkan genetik,” ujarnya.
Dokter Spesialis Anak dari FK UGM/RS Sardjito, dr. Sri Mulatsih, Ph.D., Sp.A., mengatakan jumlah anak penderita kanker di RS Sardjito meningkat tiap tahun. Apabila sebelumnya hanya ditemukan 50-60 kasus baru maka saat ini meningkat menjadi 130 kasus dan 35 persen adalah leukimia. Menurutnya, meningkatnya jumlah kasus baru yang ditemukan ini dikarenakan pengobatan kanker sudah ada jaminan dari BPJS sehingga pihak RS Sardjito banyak menerima rujukan dari klinik atau rumah sakit di Jawa dan luar jawa. “Sebelum ada BPJS, ada 50-60 kasus baru, sekarang ada 130 kasus,” paparnya.
Seperti diketahui, sebagian besar kasus kanker muncul selain dari faktor genetik juga dipicu oleh gaya hidup tidak sehat. Data Kementerian Kesehatan tahun 2015 menunjukkan lebih dari 30 persen kematian akibat kanker disebabkan oleh lima faktor risiko perilaku dan pola makan, yakni indeks massa tubuh tinggi, kurang konsumsi buah dan sayur, kurangnya aktivitas fisik, penggunaan rokok dan konsumsi alkohol yang berlebihan. Bahkan, tahun 2012 ada 8,2 juta angka kematian yang disebabkan oleh kanker. Adapun kanker payudara, nasofaring, paru, hati, kolorektal, leher rahim dan leukimia menjadi penyebab terbesar kematian akibat kanker setiap tahunnya. Selain itu, kanker neuroblstona dan wilms tumor masih merupakan penyebab mortalitas dan morbiditas tinggi pada anak. (Humas UGM/Gusti Grehenson)