Alexander Markus Mossbrucker (34) adalah salah satu dari 11 mahasiswa asing yang turut serta dalam upacara wisuda program pascasarjana Universitas Gadjah Mada (UGM), Kamis (19/1). Pria ini merupakan mahasiswa asal Jerman pertama yang mengambil studi program doktor di Fakultas Kehutanan UGM. Dia berhasil lulus dalam waktu yang tergolong singkat yakni 2 tahun 10 bulan dengan meraih predikat cumlaude.
Alex, begitu biasa disapa, mengaku senang dan bangga berhasil membawa pulang gelar doktor dari UGM. Ilmu yang diperoleh semakin mendukung profesinya sebagai peneliti gajah di Sumatran Elephant Conservation Initiative (SECI) Jambi .
“Banyak yang saya peroleh saat kuliah di sini dan sangat bermanfaat mendukung pekerjaan saya dalam bidang konservasi satwa liar di daerah Jambi,” terangnya saat ditemui usai pelepasan wisuda pascasarjana di Fakultas Kehutanan UGM.
Alex telah lama menetap di Indonesia. Sejak tahun 2010 silam, dia mulai tinggal di Indonesia untuk melakukan penelitian tentang gajah di daerah Jambi. Selanjutnya, tahun 2014 Alex memutuskan untuk melanjutkan studi di UGM. Selama kuliah, dia tidak mengalami kendala yang berarti.
“Ada sedikit dalam komunikasi karena saya belum begitu lancar berbahasa Indonesia,” ungkap pria yang bekerja di organisasi konservasi internasional Frankurt Zoological Society.
Lulusan University of Friburg, Jerman, ini mengaku cukup senang selama menempuh studi di UGM dan tinggal di Yogyakarta. Kehangatan sikap masyarakat Jogja sangat terasa di benaknya.
“Orang-orang di sini ramah dan suka membantu,” tuturnya.
Wakil Dekan Bidang Penelitian, Pengabdian Masyarakat dan Kerja Sama Fakultas Kehutanan UGM, Dr. Muhammad Ali Imran, S.Hut., M.Sc., menyampaikan bahwa Alex merupakan mahasiswa Jerman pertama yang mengambil studi program doktor di kampusnya. Hal ini menjadi unik karena Alex berasal dari negara Jerman yang menjadi rujukan di bidang Ilmu Kehutanan bagi ilmuwan Indonesia.
“Ilmu kehutanan ini sejarahnya dari Jerman sehingga kami merasa senang sekaligus bangga karena ada orang Jerman yang menuntut ilmu kehutanan di UGM. Harapannya, kedepan ada lebih banyak mahasiswa asing yang mengambil kuliah reguler di sini,” harapnya.
Teliti Gajah Sumatera
Lulus dari program studi Ilmu Kehutanan, Fakultas Kehutanan dengan mengajukan disertasi yang mengkaji tentang Gajah Sumatera (Elephas maximus sumatranus) yang berada di area Bukit Tiga Puluh, Jambi. Di kawasan tersebut ada 150 Gajah Sumatera yang terbagi dalam dua populasi kecil. Populasi gajah di wilayah itu berada dalam ambang kritis dan terancam mengalami kepunahan.
Alex menyebutkan keberlangsungan hidup Gajah Sumatera di Bukit Tiga Puluh semakin mengkhawatirkan akibat adanya alih fungsi hutan. Selama 10 tahun terakhir habitat Gajah Sumatera berkurang dalam angka yang cukup besar.
“Selama 2007-2017 habitat Gajah Sumatera di Bukit Tiga Puluh Jambi berkurang sampai 70 persen. Hal ini tentunya sangat memengaruhi populasi gajah di kawasan itu,” paparnya.
Selain itu, tingginya konflik dengan manusia menjadi penyebab penyusutan populasi gajah secara drastis. Faktor lain, maraknya perburuan gading gajah. Perambahan hutan, dikatakan Alex, juga mengakibatkan terpecahnya kelompok gajah dari kelompoknya. Keberadaan gajah yang terpisah-pisah ini menjadi ancaman bagi keberlangsungan hidup gajah karena semakin meningkatkan perkawinan sedarah sehingga menurunkan kualitas hidup gajah.
Melihat kondisi itu, Alex menyampaikan sejumlah rekomendasi dalam pelestarian Gajah Sumatera. Hal pertama yang harus dilakukan adalah dengan meningkatkan upaya perlindungan gajah sehingga keberadaan mereka aman dari upaya pembunuhan ilegal. Oleh karena itu, perlu ada penegakan hukum yang tegas guna menekan tingkat kematian gajah.
Hal penting lainnya dengan melakukan penanganan konflik manusia dengan gajah yang melibatkan berbagai pihak seperti masyarakat setempat, industri, dan pemerintah. Selanjutnya, translokasi atau menghubungkan antar kelompok gajah dengan membuat koridor penghubung guna menekan risiko perkawinan sedarah.
Menurutnya, pengembalian kawasan hutan di sekitar populasi gajah juga dibutuhkan dalam upaya penyediaan habitat alami untuk meningkatkan pertumbuhan populasi di masa depan. Target utama restorasi dengan adanya area hutan konsesi yaitu ekosistem alami secara hukum dapat dikembalikan oleh pemegang izin melalui konsesi restorasi ekosistem. Tidak hanya itu, setiap perusahaan perkebunaan diharapkan mengalokasikan areal kebun untuk konservasi satwa yang disesuaikan dengan data area distribusi gajah.
“Hutan tanaman industri yang berada di area jelajah gajah harus dikelola dengan cara ramah gajah, termasuk dalam pelaksanaan protokol panen yang bergiliran dan alokasi tambahan tempat berlindung dan mencari makan,”pungkasnya.(Humas UGM/Ika).