Dalam beberapa waktu terakhir, masyarakat di wilayah Yogyakarta diresahkan dengan kabar kasus antraks di Desa Purwosari, Kecamatan Girimulyo, Kabupaten Kulon Progo. Penyakit yang disebabkan oleh Bacillus anthracis ini telah mengakibatkan kematian beberapa ternak warga. Bahkan, penyakit ini diduga juga telah menyerang belasan warga setempat.
Ketua Tim Respons Cepat Waspada Antraks Fakultas Kedokteran (FK) Universitas Gadjah Mada (UGM), dr. Riris Andono Ahmad, MPH., Ph.D., mengimbau masyarakat agar tidak panik terhadap penyakit antraks, tetapi tetap perlu waspada. Pasalnya, seseorang yang terinfeksi bakteri antraks dapat disembuhkan secara medis.
“Antraks pada manusia dapat disembuhkan dengan penanganan yang tepat,” tegasnya saat konferensi pers di Ruang Fortakgama UGM, Sabtu (21/1).
Selain itu, penularan penyakit ini juga tidak bisa ditularkan manusia ke manusia. Penularan bakteri antraks terjadi saat manusia kontak dengan hewan yang terinfeksi antraks.
Penularan antraks dapat terjadi melalui kontak langsung atau tidak langsung dengan hewan, bangkai atau produk hewan sakit yang terinfeksi antraks. Adapun hewan yang mudah terinfeksi bakteri antraks adalah pemakan rumput atau herbivora seperti kambing, sapi, gajah, domba, dan kuda.
“Penyakit ini bisa menyerang kulit, saluran cerna, serta saluran pernafasan. Orang yang terinfeksi antraks lalu meninggal dikarenakan bakteri sudah menyerang ke saluran pernafasan dan organ lainnya,” urainya.
Untuk mencegah terkena antraks, Riris menekankan pentingnya untuk menjalani pola hidup bersih dan sehat. Apabila ingin mengonsumsi daging disarankan membeli daging dari rumah pemotongan hewan yang bersertifikat. Selanjutnya, dimasak dengan matang hingga suhu 120° C atau benar-benar matang.
Pakar Mikrobiologi Fakultas Kedokteran UGM, dr. Abu Tholib, M.Sc., Ph.D., menyebutkan bahwa kasus antraks di seluruh belahan dunia 99 persen menyerang kulit. Sementara, hanya 1 persen yang menyerang saluran pernafasan (paru-paru) dan organ penting lainnya hingga mengakibatkan penderita meninggal dunia.
“Sebagian besar, 99 persen menyebabkan kelainan kulit dan itu dapat disembuhkan,”terangnya.
Abu Tholib menyampaikan bahwa manusia yang terkena 8.000 spora bakteri hewan antraks yang terinfeksi dalam waktu 8 jam tidak akan mengalami situasi yang membahayakan. Pasalnya, spora bakteri tersebut secara otomatis akan dinetralkan oleh lendir yang ada di saluran pernafasan. Manusia bisa terserang apabila dalam satu kali kejadian langsung terpapar di atas 10.000 spora antraks.
“Itu pun hanya dalam satu kali, bukan dari akumulasi. Karena manusia juga punya daya tahan tubuh yang bisa melawan segala bakteri atau virus yang masuk,” urainya.
Adapun gejala antraks yang biasa menyerang kulit diantaranya kulit seperti melepuh. Jika sudah sistemik maka seseorang tersebut mengalami mual dan demam.
“Manusia yang terkena antraks bisa diobati dengan antibiotik. Obat ini masih cukup efektif untuk mengobati orang yang terkena antraks” terangnya.
Ketua Departemen Kesehatan Masyarakat Veteriner, Fakultas Kedokteran Hewan (FKH) UGM, dr. Heru Susetya MP.,Ph.D., menyatakan masyarakat tidak perlu khawatir untuk mengonsumsi daging. Daging aman dikonsumsi selama tidak menunjukkan gejala antraks. Antraks pada hewan ditandai dengan demam tinggi, sakit di bagian pinggang, hewan mati mendadak dengan tanda-tanda keluar darah di seluruh lubang tubuh.
“Jika menemukan tanda-tanda ini segeralah melapor ke Pos Kesehatan Hewan (poskeswan) terdekat,” tegasnya.
Heru juga mengimbau masyarakat untuk tidak menyembelih dan mengonsumsi hewan ternak sakit yang terinfeksi antraks. Masyarakat dapat menghubungi poskeswan untuk memastikan bahwa hewan ternak aman dikonsumsi dan bebas dari antraks. Adapun ciri daging yang aman dikonsumsi adalah berwarna merah segar dan tidak berbau anyir.
“Hewan terinfeksi harus segera dikubur. Jangan disembelih karena bakteri jika kontak dengan udara akan membentuk spora yang bisa menular kemana saja,” jelasnya.
Mitigasi Ternak
Sementara itu, untuk meningkatkan keamanan hewan yang dikonsumsi, Dekan Fakultas Peternakan UGM, Prof.Dr. Ali Agus, menyarankan masyarakat untuk meningkatkan mitigasi perdagangan hewan. Terlebih, ketika di suatau wilayah terdapat hewan ternak yang dicurigai terinfeksi antraks. Hal tersebut dilakukan dengan melibatkan peran poskeswan untuk lalu lintas kesehatan hewan.
“ Lalu-lintas hewan ternak di daerah endemis harus segera diputus agar bakteri antraks tidak menyebar ke luar daerah,”tegasnya.
Selain itu, juga dengan mengawasi mobilisasi hewan ternak. Menurutnya, pergerakan hewan yang sakit akan menyebabkan penyakit berpindah. Dengan begitu, jika ditemukan hewan yang terkena antraks maka daerah itu ditutup untuk lalu-lintas hewan.
“Guna mencegah penyebaran bakteri antraks perlu dilakukan desinfeksi di daerah yang ada hewan terkena antraks. Sedangkan hewan-hewan di sekitarnya juga perlu diobati dan divaksin,”paparnya.
Sementara untuk hewan mati, sebaiknya segera dimusnahkan sesuai dengan prosedur. Disamping itu, barang-barang yang tercemar atau pernah bersentuhan dengan hewan pun harus dimusnahkan.
“Sekali lagi, masyarakat tidak perlu terlalu panik, harus tenang dan berpikir jernih serta segera melakukan mitigasi terhadap kasus antraks ini,” katanya. (Humas UGM/Ika)