Data terkait vektor penyebab penyakit di Indonesia masih sangat minim. Selain itu, upaya identifikasi terhadap vektor tersebut belum dilakukan secara maksimal.
“Basis data identifikasi vektor penyebab penyakit pada manusia sangat minim karena Indonesia memiliki biodiversitas hayati yang cukup tinggi,” kata Dra. Rr.Upiek Ngesti Wibawaning Astuti, DAP&E,M.Biomed, Rabu (25/1) di Fakultas Biologi UGM.
Dalam Workshop Identifikasi Vektor pada Vector Borne-Disease ini, Upiek menyebutkan keterbatasan sumber daya manusia yang meneliti vektor juga menjadi penyebab minimnya data tentang vektor penyakit. Disamping itu, keterbatasan peralatan dan perlengkapan untuk melakukan penelitian menjadikan upaya identifikasi vektor penyakit menjadi berjalan lambat.
“Adanya kejelasan terhadap vektor yang sudah teridentifikasi ini akan membantu dalam upaya pengendalian penyebaran penyakit,” terang peneliti di bagian parasitologi laboratorium sistematik hewan Fakultas Biologi UGM ini.
Menurut penuturan Upiek, saat ini banyak penyakit tular vektor yang dijumpai di daerah tropis, termasuk Indonesia. Sebagian besar penyakit yang ditularkan menyebabkan sekitar 17 persen dari seluruh penyakit infeksius yang ada.
“Sekitar 70% penyakit infeksius disebabkan oleh nyamuk seperti malaria, demam berdarah, zika, filaria, dan lainnya,” katanya.
Sementara itu, sebagian kecil penyakit lainnya dibawa oleh hewan arthropoda dari kelas arcarina seperti tungau, kutu, dan caplak. Hewan-hewan itu sebagai agen yang membawa bakteri maupun virus ke tubuh manusia
Dr. Siti Sumarmi dari bagian entomologi Fakultas Biologi UGM menambahkan untuk melakukan pengendalian vektor penyakit salah satunya dapat ditempuh dengan pengendalian secara biologis untuk meminimalkan efek samping terhadap lingkungan. Pengendalian secara hayati bisa dilakukan dengan menggunakan predator alami, parasit, dan penyakit.
“Hanya saja, pengendalian vektor penyakit ini membutuhkan usaha yang cukup besar,” tuturnya.
Pasalnya, pengendalian secara hayati harus dilakukan secara spesifik. Dengan demikian, akan membutuhkan biaya yang tinggi. Untuk itu, perlu dilakukan penelitian lebih mendalam terhadap usaha pengendalian secara biologis ini.
“Perlu penelitian lanjutan agar mudah digunakan dengan masa kematian vektor yang pendek, dan tidak mahal,” jelasnya.
Drs.Ign.Sudaryadi, M.Kes., dalam kesempatan itu banyak menjelaskan tentang pengendalian vektor serangga dengan teknik jantan mandul. Melalui teknik tersebut dapat menekan reproduksi vektor sehingga bisa mencegah penyakit tular vektor.
Pengendalian genetik memakai teknik jantan mandul merupakan alternatif dalam pengendalian hayati. Metode ini terbukti membantu dalam program pengendalian nyamuk vektor penyakit parasitik secara terpadu.
“Kendati begitu, upaya-upaya yang lebih maju perlu dilakukan agar dalam penerapan teknik ini aman bagi lingkungan dan manusia,”katanya.
Dalam sambutannya, Dekan Fakultas Biologi UGM, Dr. Budi Setiadi Daryono, M.Agr.Sc., menyebutkan Fakultas Biologi akan terus mengembangkan workshop identifikasi vektor pada vektor borne diseases . Kegiatan ini tidak hanya dilakukan pada vektor nyamuk, tetapi juga pada tikus dan kekelawar.
“Harapannya, kegiatan ini dapat membantu pengembangan data dan pencegahan penyakit tropis berbasis penularan oleh vektor. Disamping itu, juga untuk mendukung upaya Fakultas Biologi dalam mengembangkan fokus riset di bidang biomedis dan bio-enginering,”paparnya. (Humas UGM/Ika)