Pengelolaan keragaman etnis selama ini belum berjalan dengan baik sehingga berdampak pada terganggunya integrasi sosial di tengah masyarakat. Ada tiga sisi kendala perbauran antar etnis, yaitu sisi kendala ideologi, struktural, dan kebijakan.
Kendala ideologi lebih nampak pada cara pandang yang bermuara pada stereotip, perbedaan pada tradisi, dan cara hidup. Kendala struktural karena pengelompokkan antar kelompok etnis yang terpisah satu dengan yang lain sehingga mengentalkan identitas etnis. Sementara itu, kendala kebijakan karena pemerintah (negara) gagal dalam menjaga keseimbangan antar kelompok etnis.
“Hal inilah yang menyebabkan mengapa perbauran antar kelompok etnis selalu mengalami kegagalan. Upaya untuk menciptakan kerukunan sebenarnya telah banyak dilakukan, namun konflik tetap saja masih terjadi,” ujar Munawar, Ketua Jurusan Dakwah STAIN Pontianak, saat ujian terbuka Program Doktor di Sekolah Pascasarjana UGM, Kamis (26/1).
Selama dua dekade terakhir, perbedaan identitas, agama, dan etnis menjadi salah satu pemicu konflik beberapa daerah di Indonesia, tidak terkecuali di Kalimantan Barat (Kalbar). Tercatat, konflik sosial antar kelompok etnis di Kalbar sebanyak 15 kali dengan melibatkan kelompok etnis Dayak, Madura, Melayu, dan kelompok etnis Cina (Chinese descendent Indonesia etnic-group).
Ketika negara belum optimal mengelola keragaman etnis guna mencegah terjadinya konflik kekerasan yang melibatkan berbagai kelompok etnis, Jemaah Muslimin justru hadir di tengah masyarakat kota Singkawang. Jemaah Muslimin ini menawarkan proyek membangun kerukunan dengan cara mendamaikan kelompok-kelompok etnis yang bertikai dan hidup dalam kebersamaan di Markas Jemaah Muslimin Singkawang.
“Jemaah Muslimin ini memiliki kepedulian dalam upaya menyatukan kembali kelompok etnis yang berkonflik. Jemaah ini telah bermarkas di Kelurahan Bukit Batu, Kecamatan Singkawang Tengah, Kota Singkawang Kalbar sejak tahun 1980-an,” ujar Munawar saat mempertahankan disertasi berjudul Akomodasi Kekuatan Lokal Dalam Mengelola Keragaman Etnis Studi Kasus Jemaah Muslimin Kota Singkawang Kalimantan Barat.
Menurut Munawar, prinsip dalam pengelolaan keragaman yang dijalankan oleh Jemaah Muslimin berdasar atas pandangan Ishlah sebagai garis perjuangan, dan menebarkan nilai Islam sebagai agama damai dan agama rahmatan lil alamin untuk mencegah dan menyelesaikan konflik kekerasan antar kelompok etnis. Upaya menyatukan kembali kelompok etnis yang berkonflik dilakukan dengan cara “membaurkan” berbagai kelompok etnis di dalam sebuah perkampungan (Shuffah).
“Kelompok etnis yang bergabung dalam Jemaah Muslimin diantaranya, etnis Madura, Melayu, Dayak, Cina, Bugis, Batak, Padang, Sunda, dan Jawa. Berhimpunnya mereka dalam satu wadah shuffah semata-mata karena patuh pada perintah agama,” tuturnya.
Andil Jemaah Muslimin terlihat pada penyelesaian beberapa kasus pertikaian, seperti kasus kerusuhan di Sanggau Ledo, Samalantan, dan Sambas tahun 1999. Selain itu, berperan pula dalam penyelesaian ketegangan antar kelompok etnis Melayu dan etnis Cina.
Beberapa kunci keberhasilan pengelolaan kelompok etnis yang diterapkan Jemaah Muslimin antara lain pernikahan/ kawin campur, tidak membedakan etnis satu dengan yang lainnya dan menggunakan bahasa daerah, serta aqidah. Selain itu, Jemaah Muslimin tidak terlibat aktif dalam politik dan adanya sistem keemiran.
Semua instrumen dalam pengelolaan keragaman etnis itu menjadi semakin kuat karena mendapat dukungan kesamaan keyakinan agama. Hal ini juga semakin kuat karena diikuti kesamaan kecenderungan pemahaman dan pengamalan ajaran agama Islam.
“Strategi Jemaah Muslimin dalam mengelola keragaman etnis ke dalam internal jemaah dengan cara penguatan keimanan (ukhwah Islamiyah) antar umat atau etnis melalui pendidikan di Shuffah, bait, dakwah, dan ishlah menjadikan pribadi-pribadi yang kuat, siap, dan terampil untuk berinteraksi dengan dunia di luar jemaah,” jelas Munawar.
Olehkarena itu, Jemaah Muslimin, dalam pandangan Munawar, berhasil mengakomodasi kekuatan lokal yang ada di Singkawang. Mereka secara cerdas dinilai dapat membaca karakter sosiogeografi dan budaya Kota Singkawang yakni sebagai kota yang aman, bertemunya tiga etnis/budaya, kota dagang dan tujuan wisata sehingga menetapkan Singkawang sebagai basis mengelola kelompok etnis.
“Disertasi ini menemukan sebuah gagasan baru tentang model mengelola keragaman kelompok etnis yang digerakan oleh beberapa aktor/ elemen, terutama oleh Jemaah Muslimin sehingga proses integrasi sosial terjadi dan berhasil memengaruhi sistem secara keseluruhan,” tandasnya. (Humas UGM/ Agung)