Guru Besar Fakultas Farmasi UGM yang pernah menjabat sebagai Kepala Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Prof. Dr. Umar Anggara Jenie, M.Sc., Apt., meninggal dunia pada Kamis (26/1). Pria kelahiran 22 Augustus 1950 ini mengembuskan nafas terakhir di kediamannya di Jl. Waringinsari I no. C-8 Condong Catur pada usia 67 tahun.
“Tadi pagi jam 3.30 setelah shalat tahajud menunggu azan Subuh saudara kami, bapak kami, Prof. Dr. Umar Anggara Jenie, M.Sc., Apt., telah dipanggil ke hadirat Allah SWT,” ujar Prof. Dr. Marchaban, DESS., Apt., selaku perwakilan keluarga dalam upacara penghormatan terakhir yang berlangsung di Balairung UGM, Kamis (26/1).
Dalam upacara ini, puluhan kerabat, kolega, serta mahasiswa memberikan penghormatan terakhir kepada almarhum sebelum jenazah dimakamkan di Makam Sewu, Bantul. Bagi para kolega serta mahasiswanya, almarhum dikenal sebagai peneliti yang berprestasi dan telah banyak memberikan kontribusi bagi kemajuan ilmu pengetahuan di Indonesia.
“Kita kehilangan putra terbaik UGM. Sepanjang karier beliau banyak sekali penghargaan yang pernah diterima,” ujar Dekan Fakultas Farmasi UGM, Prof. Dr. Agung Endro Nugroho, M.Si., Apt.
Selama masa pengabdiannya, almarhum menjadi salah satu orang yang paling berjasa dalam kemajuan ilmu pengetahuan di Indonesia, khususnya dalam bidang ilmu farmasi. Selain pernah menjabat sebagai Kepala LIPI pada tahun 2002-2010, Alumnus Fakultas Farmasi UGM Angkatan 1975 ini pernah menduduki posisi penting di berbagai organisasi keilmuan, diantaranya sebagai Ketua Komisi Bioetika Nasional (KBN), Sekretaris Konsorsium Bioteknologi Indonesia (KBI), Ketua Dewan Pembinan Perhimpunan Ahli Kimia Medisinal Indonesia (PERAKMI), serta Vice President of the Asian Bioethics Association (ABA).
Ungkapan kekaguman terhadap sosok almarhum juga disampaikan oleh Rektor UGM, Prof. Ir. Dwikorita Karnawati, M.Sc., Ph.D. Dalam sambutannya, Dwikorita menyampaikan penghormatannya terhadap sosok almarhum yang memiliki komitmen besar bagi kemajuan UGM dan juga bagi bangsa Indonesia.
“Kecintaan beliau pada ilmu pengetahuan terutama bidang kimia organik mampu membuka banyak penemuan baru yang sangat bermanfaat bagi masyarakat luas, baik di Indonesia maupun di dunia internasional. Pidato pengukuhan beliau pada tahun 2000 telah memberikan rujukan baru bagi perkembangan penelitian kimia sintesis pada obat-obatan di Indonesia,” jelas Rektor UGM.
Kontribusi almarhum yang besar dalam bidang keilmuan telah membawanya untuk memperoleh beragam penghargaan, diantaranya Bintang Jasa Utama RI dari Presiden Republik Indonesia untuk Pelayanan Riset Ilmu Pengetahuan di Indonesia pada tahun 2007, Sarwono Award 2010 oleh Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), serta anugerah Peneliti Terbaik bidang Bioteknologi Kesehatan pada tahun 1994 oleh Dewan Riset Nasional (DRN) Indonesia.
Sumbangsih yang telah diberikan almarhum selama ini, menurut Dwikorita, akan menjadi peninggalan berharga bagi UGM serta bagi bangsa Indonesia. Ia pun berharap, keteladanan almarhum dapat ditiru oleh segenap rekan serta mahasiswa, agar nantinya lahir peneliti-peneliti andal yang akan mengikuti jejak almarhum.
“Sumbangsih pemikiran beliau selama ini akan menjadi peninggalan berharga bagi kita semua. Semoga kelak akan muncul sosok-sosok seperti beliau untuk menggantikan kepergiannya, seperti pepatah yang mengatakan, patah satu, tumbuh seribu,” ucapnya. (Humas UGM/Gloria; Foto: Firsto)