Pemerintah berencana menghentikan tunjangan kehormatan guru besar para profesor yang tidak produktif melaksanakan publikasi di jurnal internasional. Kebijakan tersebut diambil untuk mendorong peningkatan jumlah publikasi internasional Indonesia.
“Guru besar harus buat publikasi internasional. Kalau tidak ada publikasi maka tunjangan akan diberhentikan sementara,” kata Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti), Mohammad Nasir, di sela-sela Rakernas Dikti di Grha Sabha Pramana Universitas Gadjah Mada.
Nasir mengatakan dosen dengan jabatan akademik profesor akan memperoleh tunjangan kehormatan guru besar dengan ketentuan harus menghasilkan paling sedikit 3 karya ilmiah dalam jurnal internasional dalam waktu 3 tahun. Selain itu , juga harus menghasilkan paling sedikit 1 karya ilmiah yang diterbitkan dalam jurnal internasional bereputasi, paten, atau karya seni monumental dalam waktu 3 tahun.
Tunjangan kehormatan profesor dan profesi dosen ini, kata Nasir, dievaluasi setiap 3 tahun oleh Direktorat Jendral Sumber Daya Ilmu Pengetahuan, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi. Untuk pertama kalinya, evaluasi tunjangan ini dilakukan pada bulan November 2017.
“Evaluasi kinerja dan produktivitas profesor/guru besar ini dilakukan dengan memperhitungkan karya ilmiah sejak tahun 2015 lalu,” terangnya.
Target 15 Ribu Publikasi
Nasir menyebutkan ke depan pihaknya akan terus menggenjot jumlah publikasi internasional. Dalam RPJMN Kemenristekdikti 2015-2019, tahun 2017 ditargetkan akan dihasilkan 8.000 publikasi internasional. Namun, saat ini publikasi internasional yang dihasilkan sudah mencapai angka 10.500.
“Target 2017 diangka 8.000, tapi sekarang sudah terlampaui 10.500. Ke depan kita genjot bisa mencapai 15-16 ribu publikasi internasional,”urainya.(Humas UGM/Ika)