Inflamasi atau peradangan biasa terjadi pada manusia karena cedera atau infeksi. Berbagai obat anti inflamasi banyak tersedia untuk pengobatan inflamasi ini. Hanya saja, kebanyakan obat anti inflamasi dari bahan-bahan kimia dan dapat menimbulkan efek samping jika digunakan dalam jangka panjang.
“Pengobatan inflamasi dengan menggunakan obat-obatan sintetis ini dapat memunculkan efek samping seperti kerusakan pada lambung jika digunakan dalam waktu lama,” jelas Apriliyani Sofa Marwaningtyas, Selasa (31/1) di kampus UGM.
Data National Institute of Health tahun 2014 mencatat terdapat 107.000 pasien di Amerika Serikat yang dirawat akibat mengonsumsi obat-obatan sintetis. Dari jumlah tersebut 16.500 diantaranya meninggal karena komplikasi akibat penggunaan obat anti inflamasi.
Melihat kondisi tersebut, April bersama dengan keempat rekannya, yaitu Dea Amelia K, Ahmad Eko P, Nadia Khairunnisa, serta Ragil Anang berupaya membuat obat anti inflamasi dari bahan-bahan herbal yang mudah ditemukan di alam. Kelimanya meneliti manfaat ekstrak daun Meniran (Phyllantus Niruri L) dan daun Mangsi/Imer (Securinega Virosa) untuk anti inflamasi.
“Kami berupaya mengembangkan obat herbal untuk menyembuhkan inflamasi yang aman dan murah,” kata April.
Imer dan meniran merupakan tanaman liar yang banyak terdapat di Indonesia. Kedua tanaman ini dikenal dapat mengobati radang atau bengkak. Daun mangsi memiliki kandungan senyawa securinine tinggi yang dapat menurunkan inflamsi. Sementara daun meniran mengandung senyawa filantin dan terbukti memiliki aktivitas anti inflamasi sehingga dapat menguatkan imunitas.
“Ekstrak daun meniran dan daun imer ini bisa mengobati bengkak. Namun, obat ini spesifik kita tujukan untuk inflamasi penyakit kronis seperti kanker, transplantasi, dan auto imun,”urainya.
April mengungkapkan pengembangan anti inflamasi ini bermula ketika ia mengalami bengkak di kaki. Ia pun mendatangi tukang pijat tradisional untuk mengobati bengkaknya. Setelah dipijat, bagian kaki yang bengkak ditempel dengan tumbukan daun dan bengkaknya berkurang dengan cepat.
“Bengkaknya bisa cepat mengempis dalam satu hari,” ujarnya.
Setelah itu, April berusaha untuk mencari tahu tanaman yang digunakan. Hasilnya, tanaman yang digunakan merupakan daun Imer yang mengandung securinine serta berkhasiat untuk mengobati peradangan.
“Kami pun mengombinasikan imer dengan meniran yang memang terkenal digunakan sebagai anti inflamasi,” tuturnya.
Penelitian pun dilakukan dengan mengekstrak kedua daun tersebut. Selanjutnya, ekstrak diujikan pada tikus yang sebelumnya telah diinduksi dengan senyawa inflamasi pada bagian kakinya. Tikus yang telah dibengkakkan kakinya di injeksi per oral selama 14 hari dengan menggunakan 30 tikus dibagi ke dalam 6 kelompok kontrol, termasuk dengan bahan pembanding obat-obatan kimia.
“Kaki tikus yang diberikan eksktrak meniran dan imer bengkaknya bisa turun secara signifikan,” imbuh Nadia.
Nadia menjelaskan hasil optimal diperoleh dengan aplikasi obat anti inflamasi dengan komposisi 24 miligram imer dan 6,25 miligram meniran. Selain melakukan uji secara in vivo pada tikus, dalam penelitian yang dilakukan pada Januari-Agustus 2016 lalu ini juga dilakukan uji in silico untuk mengetahui mekanisme daun imer dan meniran dalam menghambat inflamasi. Hasilnya menunjukkan bahwa senyawa securinine dan filantin mampu menghambat enxim cox-2 yang menimbulkan inflamasi.
Penelitian terkait penggunaan daun meniran dan imer secara bersamaan untuk obat inflamasi ini, kata Nadia, pertama kali di lakukan di dunia. Selama ini, penelitian baru dilakukan hanya pada meniran atau imer saja, belum berupa kombinasi keduanya.
“Di jurnal ilmiah dalam atau pun luar negeri belum ada penelitian yang mengombinasikan antara meniran dan imer,”tuturnya.
Obat anti inflamasi yang diberi nama Nutrasetikal Imer Meniran atau disingkat dengan Nu Imran ini diharapkan dapat menjadi alternatif bagi masyarakat dalam pengobatan inflamasi. Ke depan mereka akan melakukan penelitian lanjutan agar manfaatnya dapat dirasakan oleh masyarakat dalam mengatasi bengkak. (Humas UGM/Ika)