Perubahan aktivitas komersial masyarakat menjadi penyebab terjadinya transformasi arsitektural dari kampung kota menjadi kampung wisata di Surakarta. Perubahan tersebut dikarenakan adanya kebutuhan dan motivasi masyarakat serta kebijakan pemerintah.
“Proses transformasi arsitektural ini terlihat dari adanya perubahan fisik pada bangunan dan lingkungan berdasarkan pada konsistensi kepedulian dan peran aktif masyarakat dalam menjaga potensi karakter kelokalan yang melingkupinya,”papar Dosen Prodi Teknik Arsitektur Universitas Sebelas Maret Surakarta (UNS), Wiwik Setyaningsih, Rabu (1/2) di Fakultas Teknik UGM.
Melakukan penelitian di tiga kampung wisata Surakarta, yaitu Baluwarti, Kauman, dan Laweyan, Wiwik menemukan bahwa ketiga kampung tersebut telah mengalami transformasi arsitektural dari kampung kota ke kampung wisata. Proses transformasi arsitektural pada kampung wisata Kauman terjadi pada periode ll tahun 2006.
Sementara itu, transformasi kampung wisata Laweyan terjadi pada pertengahan periode l tahun 2003. Transformasi pada kedua kampung itu disebabkan adanya perubahan aktivitas komersial masyarakat dengan membuka showroom batik yang berpengaruh pada aspek fisik.
“Ada perubahan pada bangunan dari bangunan hunian beralih fungsi menjadi bangunan komersial showroom batik,” terangnya dalam ujian terbuka program doktor.
Sementara di kampung Baluwarti, mulai periode l hingga lll tahun 2000-2015 menunjukkan kecenderungan tidak terjadi perubahan aktivitas komersial masyarakat. Dengan demikian, secara fisik tidak ada perubahan pada bangunan dan lingkungan. Transformasi arsitektural tidak terjadi, tetapi dialihkan pada pelestarian dan pengembangan seni budaya tradisional keraton.
“Ketiga kampung tersebut semakin eksis dan terus mengalami tumbuh kembang proses terjadinya transformasi arsitektural sampai sekarang,”tuturnya. (Humas UGM/Ika)