Mantan Menteri Keuangan RI sekaligus Guru Besar Fakultas Ekonomika dan Bisnis (FEB) UGM, Prof. Dr. Bambang Sudibyo, M.B.A., mendukung langkah presiden Joko Widodo untuk melaksanakan percepatan program reforma agraria dan redistribusi aset lewat pembagian 12,7 juta hektar lahan kepada masyarakat. Menurut Bambang kebijakan ini apabila dilaksanakan secara serius maka akan mampu menurunkan angka ketimpangan sosial atau gini rasio Indonesia yang sekarang masih di angka 0,41.
“Reforma agraria harus betul-betul didesain agar yang mendapatkan manfaatnya tersebut adalah masyarakat miskin yang termarginalkan,” kata Bambang Sudibyo saat menyampaikan kuliah umum yang bertajuk Analisis Kesenjangan Sosial di Indonesia di ruang Audiovisual FEB UGM, Jumat (3/2).
Menurut Bambang Sudibyo tingginya angka ketimpangan sosial di Indonesia pasca reformasi disebabkan adanya kebijakan yang salah di masa lalu saat krisis ekonomi tahun 1997 dan 1998, yakni adanya korupsi massal lewat dana BLBI, banyaknya UU yang melanggar pasal 33 UU 1945 dan kebijakan transfer kekayaan negara yang tidak merata.
Selain melaksanakan reforma agraria, ia berpendapat Presiden Joko Widodo perlu mendorong upaya pemberantasan korupsi baik secara preventif maupun kuratif, amandemen 115 UU yang melanggar pasal 33 UUD 1945 dan pelaksanaan kebijakan ekonomi afirmatif.
Mengenai kebijakan ekonomi afirmatif, Bambang Sudibyo tidak menjelaskan secara lebih rinci, namun harus dipikirkan secara lebih matang dan sesuai dengan kondisi ekonomi Indonesia. Ia mencontohkan kebijakaan afirmatif yang dilakukan Malaysia saat ini belum tentu cocock dilaksanakan di Indonesia. Sebagai contoh, di Malaysia ada kebijakan ekonomi yang memprioritaskan warga Melayu. “Di sana model penunjukkan langsung untuk pelaksanaan sebuah proyek tidak masalah sepanjang itu warga Melayu. Namun di sini, hal itu dianggap korupsi. Toh, di Malaysia peringkat angka gini rasionya masih di bawah kita,” katanya.
Dikatakan Bambang, gambaran angka ketimpangan sosial di Indonesia saat ini yakni jumlah persentase orang kaya di Indonesia sekitar 15 persen dari total jumlah penduduk, sedangkan sisanya sekitar 85 persen merupakan masyarakat kategori miskin. Kelompok masyarakat yang berkategori miskin dan termarginalkan ini perlu mendapatkan prioritas dari pemerintah lewat kebijakan pembangunan yang mampu meningkatkan kesejahteraan sosial masyarakat miskin.
Terkait banyaknya undang-undang yang melanggar UUD 1945, Bambang mengatakan pasca reformasi ada 115 UU yang dinilainya bertentangan dengan UUD 1945, diantaranya UU Migas dan UU Sumber Daya Air yang sudah dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi. “Masih ada 110 UU lagi yang bermasalah. Tiga Undang-undang lainnya, UU Sistem Lalu-lintas Devisa Negara, UU Sistem Nilai Tukar Rupiah dan UU Ketenagalistrikan tengah digugat di MK,” terangnya.
Dalam kesempatan tersebut, Bambang Sudibyo juga sempat menyampaikan keprihatinannya terkait dengan adanya aparat dan pejabat hukum yang terkena kasus korupsi. Ia mendesak Presiden Joko Widodo mau turun tangan melalu kewenangannya untuk melakukan pembenahan di lembaga Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi serta BPK. “Kredibilitas MK dan MA saat ini saya kira perlu dibenahi dan Presiden lewat kewenangannya harus masuk di situ. Yang juga tidak lupa adalah lembaga BPK, semestinya yang jadi anggota BPK itu para ahli hukum dan akuntansi, tapi sekarang diisi politisi yang tidak semuanya punya kompetensi hukum dan akuntansi,” pungkasnya. (Humas UGM/Gusti Grehenson)