Siapa sangka daun sukun yang selama ini hanya menjadi sampah bisa mengantarkan Suhartono meraih kesuksesan. Mahasiswa UGM ini berhasil mengembangkan bisnis teh daun sukun yang bisa membantu penyembuhan sakit ginjal dan jantung.
Suhartono bersama dua temannya, yaitu Retno Wulandari dan Yunita Praptiwi, yang merupakan alumni UGM, mengembangkan dan memproduksi teh herbal daun sukun ini di rumahnya di Dusun Dukuhsari RT 07 RW 02, Purwomartani, Kalasan, Sleman, DIY. Bahkan, teh yang diberi nama teh daun sukun Laasyaka ini sudah menjangkau pasar nasional dan didistribusikan di berbagai wilayah Indonesia.
“Daun sukun ini belum banyak yang memanfaatkannya dan terkadang hanya untuk pakan ternak. Untuk itu, kami berusaha meningkatkan nilai dan manfaat daun sukun dengan mengolah menjadi teh herbal yang bermanfaat bagi kesehatan,” paparnya, Senin (6/2) saat bincang-bincang dengan wartawan di Ruang Fortakgama UGM.
Suhartono mengungkapkan pengembangan teh daun sukun ini karena melihat banyaknya pohon sukun di daerah tempat tinggalnya. Namun, belum semua bagian dari pohon sukun dimanfaatkan oleh warga, baru buahnya saja. Sementara itu, bagian lain seperti daun sukun belum banyak dimanfaatkan oleh warga sekitar dan hanya menjadi sampah. Melihat potensi daun sukun yang melimpah tersebut dia bersama kedua rekannya berpikir untuk memanfaatkan bahan tersebut.
Mereka pun mencari referensi dan literatur ilmiah terkait manfaat daun sukun. Berdasar penelitian LIPI (Tjandrawati) menunjukkan daun sukun mengandung senyawa flavonoid, riboflavin, dan sirosterol yang bermanfaat untuk menjaga jantung dari kerusakan sistem kardiovaskuler.
“Selain bermanfaat dalam membantu penyembuhan sakit ginjal, darah tinggi, diabetes, menurunkan kolesterol serta mengatasi inflamasi,”urai mahasiswa Departemen Ilmu Komputer FMIPA ini.
Cara pengolahan teh daun sukun ini tergolong sederhana. Daun-daun muda dan segar dipetik langsung dari pohon kemudian dicuci hingga bersih. Selanjutnya, daun dipotong-potong dan dijemur di bawah sinar matahari selama 3-4 hari hingga mengering.
“Setelah itu, daun kering dihaluskan lalu dioven dan dikemas dalam bentuk teh celup,” katanya.
Teh daun sukun ini dikemas dalam dua bentuk, yakni celup dan tubruk. Satu pack teh celup berisi 20 kantong teh celup siap pakai dengan berat 50gram dibanderol dengan harga Rp20 ribu. Sedangkan kemasan tubruk dengan berat 35 gram dijual dengan harga Rp5 ribu.
Sejak merintis usaha pada 2013 silam, kini bisnis ini telah berkembang dan menjadi usaha rumahan yang setiap bulannya mampu memproduksi 400-500 pack. Dalam produksinya usaha ini memberdayakan ibu-ibu warga setempat mulai dari proses pemetikan daun hingga pengeringan.
“Omset saat ini rata-rata Rp8juta sampai Rp10 juta per bulan,”jelasnya.
Bisnis teh daun Laasyka lahir dari Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) UGM tahun 2013. Ide untuk mengolah daun sukun sebagai teh herbal ini awalnya sempat mengalami penolakan dari dosen pembimbing.
“Ide kami ini sempat ditolak sama dosen pembimbing karena dinilai kurang berkualitas,”kenangnya.
Namun, penolakan itu justru tidak mematahkan asa ketiga anak muda ini. Mereka pun berusaha menemui dosen lain dan akhirnya mendapatkan dukungan untuk melaju dalam PKM. Alhasil, ide yang mereka usung berhasil mendapatkan dana hibah sebesar Rp7.250.00 dari Dirjen Dikti.
“Dapat dana sebesar itu kami sempat bingung mau digunakan untuk apa. Akhirnya kita belikan alat pres kantong seharga Rp4 juta,” tuturnya sembari tertawa.
Karena keterbatasan dana, mereka mencetak dan mendesain kardus teh sendiri. Demikian pula dalam menyegel kardus dengan plastik, mereka melakukannya sendiri dengan alat segel hasil modifikasi menggunakan setrika.
Membangun bisnis baru bukanlah hal mudah. Apalagi, bagi ketiganya yang tergolong pemain baru di dunia usaha. Awalnya, mereka kesulitan promosi karena menerapkan model pemasaran dengan menitipkan di apotek-apotek.
“Di tahun 2014 penjualan tidak sesuai target,” imbuh Retno.
Sejumlah upaya promosi pun dilakukan. Mulai menyebar brosur di jalan raya hingga mencoba peruntungan berjualan di pasar Minggu pagi UGM. Namun, cara-cara itu tidak efektif. Mereka pun mencoba strategi baru dengan menerapkan sistem keagenan dan jualan secara online.
“Bagi yang ingin teh daun sukun ini bisa pesan secara online di tehdaunsukun.com atau tehdaunsukun.co.id,”jelasnya sembari menambahkan teh daun sukun ini telah mengantongi sertifikat Dinas Kesehatan Sleman dan MUI.
Retno mengungkapkan teh daun sukun Laasyaka terbuat 100 % dari daun sukun asli tanpa menggunakan bahan pengawet. Teh ini baik dikonsumsi siapa saja mulai anak-anak hingga dewasa.
Layaknya mengonsumsi pada umumnya, teh daun sukun ini bisa dinikmati dengan merendamnya dalam air panas. Hanya saja, untuk bisa menikmati teh ini perlu direndam lebih lama sekitar 4-5 menit perendaman hingga muncul warna coklat kehijauan.
“Karena terbuat murni dari bahan daun sukun asli tanpa tambahan pewarna perlu diaduk atau direndam lebih lama sampai keluar warnanya,” katanya. (HumasUGM/Ika; foto:Firsto)