Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Agus Rahardjo, tidak sependapat dengan wacana dari anggota DPR RI untuk membubarkan Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) lewat revisi UU KASN. Menurutnya, pembubaran komisi tersebut akan memperbanyak praktik korupsi di lingkungan pemerintah daerah melalui praktik jual beli jabatan. “Saya sangat tidak setuju, apalagi keberadaan KASN ini sangat kita perlukan,” kata Agus Rahardjo kepada wartawan usai menjadi pembicara dalam Diskusi bertajuk Perlukah Revisi UU KASN? yang berlangsung di ruang seminar Magister Administrasi Publik (UGM), Selasa (7/2).
Agus mengakui sejak adanya UU KASN dua tahun lalu hingga sekarang belum ada peraturan pemerintah yang mengatur KASN. Sebaliknya, ia menyarankan agar perguruan tinggi perlu melakukan evaluasi secara menyeluruh terhadap UU yang dianggapnya masih tumpang tindih dalam pengaturan para aparatur sipil Negara. “Kita lihat urusan PNS yang mengurusi banyak sekali, ada BKN, LAN, Kemenpan, KASN dan Kemendagri,” ujarnya.
Dengan melakukan kajian secara menyeluruh terhadap UU yang mengatur para aparatur sipil negara tersebut, imbuh Agus, nantinya bisa dimunculkan grand design dalam penataan birokrasi yang lebih baik. “Kita harus punya kajian komprehensif tentang birokrasi. Menjadikan para pejabat publik tidak berbiaya mahal harus diperkenalkan,”ujarnya.
Agus menilai perjalanan reformasi birokrasi hingga saat ini tidak berjalan dengan semestinya. Bahkan, menimbulkan persoalan baru berupa diskriminasi renumerasi antar kementerian. Ia mencontohkan tunjangan yang diterima sopir antar kementerian beda satu sama lain, meskipun profesi mereka sama. “Penghasilan sopir antar kementerian itu lain. Seharusnya tidak boleh seperti itu, kinerja jangan dilihat Anda dari kementerian mana. Tapi ini sistem renumerasi yang bersifat diskriminasi,”terangnya.
Dekan Ilmu Administrasi UI, Prof. Eko Prasodjo, mengatakan kehadiran KASN dilatarbelakangi untuk melakukan pengawasan pelaksanaan merit system, menciptakan birokrasi profesional berbasis kinerja, dan menjadikan PNS sebagai perekat negara kesatuan lewat perpindahan PNS antar daerah. Namun demikian, kenyataan yang terjadi KASN dihadapkan masih adanya intervensi politik dalam pengisian jabatan strategis di daerah. “Intervensi politik dalam birokrasi menjadikan PNS bekerja tidak sesuai kinerja tapi loyalitas pada pimpinan,”tegasnya.
Eko menyebutkan saat ini ada sekitar 4,4 juta PNS dengan rincian 20 persen berada di pusat dan sekitar 80 persen di daerah. Berdasarkan hasil penelitian, sekitar 48 persen PNS yang bekerja saat ini tidak menghasilkan kinerja yang optimal. “ Hanya 8,18 persen PNS yang bisa diajak untuk menghasilkan kinerja tinggi,”katanya.
Sehubungan adanya wacana pembubaran KASN oleh anggota DPR, ia menyampaikan kekhawatirannya apabila KASN dibubarkan maka harapan untuk menjadikan birokrasi menjadi profesional dan berdaya saing di tingkat ASEAN akan sulit tercapai. Sementara itu, UU KASN ini belum sepenuhnya dilaksanakan oleh negara mengingat belum ditetapkannya peraturan pemerintah. “UU ini belum dilaksanakan sepenuhnya karena rancangan peraturan pemerintah (RPP) belum ditetapkan. Jangan sampai kita kehilangan generasi emas yang lahir setiap tahun. Saya juga khawatir rencana penghapusan pasal pengisian jababan secara terbuka akan menimbulkan kembali praktei jula beli jabatan. Jadi, wacana rencana penghapusan KASN saya kira terlalu dini,”pungkasnya. (Humas UGM/Gusti Grehenson)