Pemerintah akan mendorong munculnya banyak hasil riset di bidang ilmu sosial dan budaya lewat pendirian Pusat Unggulan Iptek (PUI) sosial di masing-masing lingkungan perguruan tinggi. Pasalnya, keluaran produk iptek selama ini lebih banyak di bidang produk riset aplikatif, sementara di bidang sosial masih minim. “Tantangan bagi kita untuk bisa menjadikan PUI sosial di banyak perguruan tinggi,” kata Dirjen Kelembagaan Kementerian Ristek Dikti, Dr. Toyok prasetyo, dalam Konferensi International Indonesian Forum on Asian Studies (IIFAS) yang bertajuk Borderless Communitites and Nations with Borders:Challenges of Globalization di auditoium Magister Manajemen UGM, Rabu (8/2).
Totok menuturkam pihaknya berencana untuk banyak mengucurkan hibah penelitian bidang ilmu sosial tidak hanya di kalangan dosen, peneliti namun juga para mahasiswa. Ia pun mendorong anak-anak muda yang tengah menempuh pendidikan untuk berkompetisi mendapatkan hibah penelitian tersebut. “Kita mendorong anak muda kreatif lebih banyak melakukan penelitian soaial. Kita tahu, sekitar 65 persen mahasiswa mengambil kuliah di bidang ilmu sosial. Hanya 35 persen bidang sains,” ungkapnya.
Adanya hibah penelitian sosial ini, kata Totok, diharapkan akan memperbanyak riset sosial dan budaya terutama di bidang studi Asia. “Olehkarena itu, ilmu sosial bisa didorong dalam PUI perguruan tinggi ini,” katanya.
Program pengembangan PUI ini bertujuan untuk meningkatkan kualitas dan mutu perguruan tinggi. Menurutnya, jumlah perguruan tinggi yang ada sekarang ini perlu dibatasi agar perguran tinggi makin bermutu dan berkualitas. “Jumlah perguruan tinggi seharusnya dibatasi agar (persaingan-red) sehat dan bermutu,” katanya.
Ia menyebutkan terdapat kurang lebih 4.450 perguruan tinggi di Indonesia, namun dari banyak perguruan tinggi tersebut hanya dua perguruan tinggi yang berhasil masuk daftar peringkat 500 besar dunia, yakni UI dan ITB. “Hanya dua perguruan tinggi yang masuk, UGM tahun lalu nyaris saja masuk karena ada di peringkat 501 dunia,” katanya.
Kepala Pusat Studi Asia Tenggara UGM, Dr. Hermin Indah Wahyuni, menambahkan konferensi IIFAS merupakan forum ilmiah tahunan lintas disiplin ilmu sosial yang membahas perkembangan isu sosial baik lokal maupun internasional. “Konferensi ini berkomitmen menyediakan forum sharing knowledge yang terbuka dan kritis dalam memaknai fenomena globalisasi yang telah menyentuh seluruh aspek kehidupan modern,” katanya.
Konferensi internasional ini sedikitnya dihadiri 383 peserta yang berasal dari dalam dan luar negeri. Tiga puluh lima peserta diantaranya berasal dari Filipina, Jepang, India, Amerika Serikat, Australia, Taiwan, Belanda, Malaysia, Inggris dan Myanmar. (Humas UGM/Gusti Grehenson)