Untuk pertama kali dalam sejarah, Universitas Gadjah Mada memberikan gelar Doktor Honoris Causa (HC) kepada dua orang pemenang Hadian Nobel (Nobel Laureates, NL). Upacara pemberian gelar doktor HC berlangsung di Grha Sabha Pramana, Bulaksumur, Jum’at (10/2). Gelar Doktor HC UGM tersebut diberikan kepada Dr. Sir Richard J. Roberts dalam bidang fisiologi atau kedokteran dan Prof. Sheldon L. Glashow di bidang fisika.
Sir Richard John Robert Ph.D layak menerima gelar kehormatan ini atas prestasi dan dedikasinya pada ilmu pengetahuan dan riset secara global. Karya-karyanya memberikan kesetaran pada layanan sosial dan kesehatan, perdamaian dunia, dan pengembangan universitas, khususnya di negara-negara berkembang.
Sementara itu, Prof. Sheldon L. Glashow menerima gelar kehormatan karena ketekunannya dalam meneliti konektivitas di alam semesta. Pada tahun 1979, ia menerima Nobel Laureates dalam karya bertema ” How Basic Science Drives Technological Process”.
Gelar Doktor HC kepada Roberts dan Glashow diberikan oleh Rektor, Prof. Ir. Dwikorita Karnawati, M.Sc., Ph.D, didampingi oleh Ketua Senat Akademik dan disaksikan oleh Gubernur DIY, Sri Sultan HB X. Kedua ilmuwan pada kesempatan itujuga memberi kuliah umum dibidang fisiologi dan bidang fisika.
“Keduanya berkarya bukan untuk mengejar hadiah nobel, namun sungguh-sungguh bekerja agar ilmu pengetahuan yang dihasilkan bermanfaat untuk kemanusiaan,” ujar Dwikorita Karnawati.
Menurut Dwikorita, karya kedua ilmuwan ini merupakan karya-karya fenomental yang berdampak sangat penting dan luar biasa untuk kepentingan keselamatan manusia. Oleh karena itu, karya-karya yang dihasilkan mampu menginspirasi para peneliti, baik peneliti senior maupun peneliti muda.
“Para peneliti muda dan senior kita harapkan bisa tetap gigih mewujudkan karya-karya yang tidak kalah fenomenal. Kami juga berharap bisa menindaklanjuti kerja sama dengan keduanya, terutama di bidang molekular biologi,” tutur Rektor.
Prof. Sofia Mubarika H., M. Med.Sc., Ph.D., selaku promotor, mengungkapkan Sir Richard John Robert lahir di Derby Inggris tahun 1943. Dia belajar di University of Sheffield bidang kimia dan kemudian Ph.D tahun 1969. Riset post-doktoral di Harvard University bersama James D Watson, pemenang Nobel. Roberts melakukan banyak riset setelah pindah ke New England Biolabs (NEB) tahun 1992 yang kemudian mengantarkannya untuk mendapatkan penghargaan Nobel bersama koleganya, Phillip Sharp, dalam fisiologi atau kedokteran dalam rekayasa RNA dan pembelahan gen.
“Risetnya mengawali revolusi pemahaman struktur dan fungsi genom bukan hanya di dalam virus dan bakteri tapi juga manusia,” ungkap Mubarika.
Mubarika menuturkan kebutuhan bioinformatika memberikan pemahaman akan peran biologi molekuler telah mendorong Robert untuk mengembangkan nomenklatur endonuklease restriksi, DNA Metil transferase, homing endonuklease dan gen-gen yg berkaitan di bawah Database Enzim Restriksi (REBASE). REBASE ini menjadi master database bagi akademisi, perusahaan, laboratorium bioteknologi dan komunitas riset perawatan kesehatan. Hal ini pula yang menyebabkan pengurutan genom meningkat drastis sehingga biaya pengurutan DNA pun menurun, berakibat pada ledakan jumlah gen yang dapat diprediksi secara komputasi.
“Untuk mengatasi hal ini, Roberts mengembangkan Combrex, proyek pemodelan molekular secara komputasi, yang berkontribusi pada riset kanker di seluruh dunia,” katanya.
Dalam pandangan Mubarika, Roberts juga tokoh terkemuka dalam diseminasi enzim restriksi dan penemuan-penemuan lain. Mengembangkan socio-entrepreneurship, New England Biolabs (NEB) menjadi perusahaan pertama yang menjual enzim restriksi di dunia, dan hasilnya dipakai untuk mendanai banyak riset.
Pada akhirnya, NEB tetap menjadi perusahaan swasta independen yang mendukung lembaga-lembaga akar rumput, menjaga diversitas biologi dan budaya, ekosistem, dan mendukung komunitas daerah. Diantara 21 penerima Nobel lainnya, Roberts termasuk yang memiliki perhatian pada perdamaian dunia melalui dialog untuk pendidikan yang berkelanjutan, riset dan pengabdian masyarakat.
“Di Asia Tenggara, Roberts membangun hubungan untuk memfasilitasi dan memperkuat dialog antar masyarakat yang berbudaya beragam agar terbangun perdamaian. Dengan Nobel yang diterima ia terus membangun kerja sama berkelanjutan antar universitas yang diharapkan menghasilkan program riset bersama demi pendidikan dan layanan yang lebih baik,” paparnya.
Prof. Dr. dr. Hardyanto Soebono, Sp.KK (K), selaku Ketua Senat Akademik (SA) UGM , menandaskan sebagai lembaga normatif, Senat Akademik bertugas memberikan persetujuan dan menetapkan kebijakan-kebijakan dalam bidang akademik. Karena itu, SA UGM dalam hal ini juga menerima usulan pemberian gelar doktor honoris causa dua orang penerima Hadian Nobel (Nobel Laureates, NL).
“Dengan melihat latar belakang keduanya, SA tidak sangsi lagi bahwa keduanya memang layak menerima gelar doktor kehormatan ini,” tuturnya. (Humas UGM/ Agung;foto: Firsto)