Presiden Joko Widodo diharapkan bisa membuka kantor perwakilan pemerintah pusat di Papua. Hal itu dilakukan untuk mendukung proses percepatan pembangunan di Papua. Adanya kantor perwakilan tersebut diharapkan nantinya pemerintah pusat dapat memantau langsung proses pembangunan serta menjamin capaian berbagai program yang betul-betul dirasakan manfaatnya oleh masyarakat Papua. Hal itu mengemuka dalam diskusi yang bertajuk Sinergi Pusat-Daerah dalam Tata Kelola Pemerintahan di Papua yang berlangsung di ruang sidang Dekanat Fisipol UGM, Jumat (10/2). Hadir sebagai pembicara dalam dikusi tersebut Deputi Kantor Staf Presiden, Jaleswari Pramodhawardani. Diskusi yang dipandu Ketua Gugus Papua UGM, Dr. Bambang Purwoko, MA., muncul usulan dari peserta tentang pentingnya kehadiran pemerintah pusat dalam pelaksanaan pembangunan di Papua lewat kantor perwakilan khusus.“Pemerintah sebaiknya mendirikan kantor perwakilan khusus di Papua karena kita menilai selama ini koordinasi dan sinergi antara pusat dan daerah terkesan lamban,” kata mahasiswa Sekolah Pascasarjana UGM, Tri Sulistyanto, saat menyampaikan masukannya.
Menurut mahasiswa Prodi Ketahanan Nasional ini, masyarakat Papua umumnya sangat merindukan kehadiran pemerintah pusat di Papua. Hal itu terbukti dari berbagai kunjungan yang dilakukan Presiden, menteri dan anggota DPR yang disambut antusias oleh masyarakat Papua. “Ada kerinduan mendalam pemimpin pusat saat datang ke Papua. Adanya kantor perwakilan khusus saya kira bisa menyampaikan apa yang menjadi kebutuhan dan masalah Papua untuk bisa segera diurus oleh pusat,” katanya.
Selain itu, Tri juga mengusulkan agar pemerintah pusat segera menunjuk tokoh dari Papua untuk menjadi wakil Indonesia yang bisa berbicara di berbagai forum internasional dan menyampaikan informasi yang benar tentang perkembangan Papua sekarang ini. “Jangan sampai Papua digoda terus oleh negara lain untuk memisahkan diri,” terangnya.
Hal senada juga disampaikan oleh Karpus Belau, 22 tahun. Mahasiswa asal Kabupaten Intan Jaya Papua ini mendukung ide pendirian kantor perwakilan pemerintah pusat di Papua. Menurutnya, lambannya pembangunan Papua selama ini lebih disebabkan karena faktor keamanan, birokrasi yang lemah, keterbatasan SDM, serta belum selesainya penuntasan pelanggaran HAM di masa lalu. “Saya pikir adanya kantor ini ketika ada kasus pelanggaran HAM dan kebijakan pemerintah daerah yang tidak berpihak ke masyarakat bisa dipantau,” kata mahasiswa UST Yogyakarta ini.
Jaleswari Pramodhawardani menegaskan Presiden Joko Widodo selalu berkomitmen untuk melaksanakan pembangunan melalui konsep ekonomi berkeadilan di Papua lewat percepatan pembangunan infrastruktur, perbaikan layanan pendidikan dan kesehatan serta menuntaskan pelanggaran HAM di masa lalu. Meski demikian, kata Jaleswari, pemerintah juga dihadapkan pada lemahnya koordinasi dan sinergi antara pusat dan daerah serta koordinasi antar lembaga dan kementerian. “Tugas kami di Kantor Staf Presiden mengamankan kebijakan Presiden agar program Papua betul betul dilaksanakan Kementerian terkait,” ujarnya.
Jaleswari memaparkan data hasil pembangunan di Papua selama dua tahun terakhir, diantaranya Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di Papua tahun 2015 meningkat menjadi 57.25 dari 56.57 di tahun 2014. Di bidang pendidikan, sebanyak 325.617 siswa menerima program Indonesia Pintar. Lalu, 60 persen atau 2,836 juta masyarakat Papua sudah menerima program Indonesia Sehat. “Di bidang HAM sudah ada grasi pada lima tahanan politik,” katanya.
Selanjutnya, dalam bidang pembangunan infrastruktur, tambahnya, pemerintah telah membangun 4.480 kilometer jalan baru di Papua dan Papua Barat. Pemerintah juga telah meningkatkan jumlah Pasar Mama menjadi 25 dari sebelumnya hanya ada 3. Penambahan Pasar Mama ini diikuti dengan peningkatan jumlah pedagang yang sebelumnya hanya 23 ribu di tahun 2015 meningkat jadi 39 ribu pedagang di tahun 2016. (Humas UGM/Gusti Grehenson)