Elektabilitas atau tingkat keterpilihan menjadi salah satu pertimbangan utama yang digunakan oleh partai politik untuk mendukung calon legislatif atau pasangan calon kepala daerah. Bahkan, ada kecenderungan partai politik tidak lagi memandang program dan ideologi sebagai prasyarat utama dalam memilih figur melainkan tingkat elektabilitas. “Elektabilitas menjadikan partai melupakan basis ideologi,” kata Peneliti Institute of Southeast Asian Studies, Dr Max Lane, dalam kuliah umum Konsep Elektabilitas Ketertawanan dalam Status Quo yang berlangsung di Gedung Seminar Fisipol UGM, Jumat (17/20).
Pemerhati Indonesia asal Australia ini melihat partai politik umumnya meninggalkan konsep ideologi dan program yang menjadi pertimbangan dalam memilih calon. Tidak heran dalam setiap kegiatan pilkada di suatu wilayah antar partai bisa bergabung atau sebaliknya saling berlawanan. “Di satu satu lokasi bisa bersekutu di lain pihak bisa menjadi lawan,”ungkapnya.
Menurutnya, partai politik yang memiliki konsep ideologi partai dan program yang sama akan terus berkoalisi. Namun, kenyataan yang terjadi justru sebaliknya. “Partai-partai saat ini lebih memilih orang yang kemungkinan akan menang dan mereka pandang jauh lebih penting dibanding ideologi dan program yang diperjuangakan,” terangnya.
Ia menambahkan alasan pertimbangan dijadikannya elektabilitas oleh partai politik saat mengusung seseorang menjadi anggota legislatif dan kepala daerah dikarenakan partai politik tersebut ingin mengejar kemenangan di setiap ajang pemilihan legislatif atau pilkada. Disamping itu, ia menilai saat ini ada kecenderungan partai politik di Indonesia tidak semakin besar namun semakin mengecil disebabkan adanya fragmentasi di tengah masyarakat. “Tidak semua partai jadi makin besar bahkan ada yang makin mengecil,” katanya.(Humas UGM/Gusti Grehenson).