Delapan belas mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi di Amerika Serikat mengikuti kegiatan School of International Training Study Abroad (SITSA) di Fakultas Filsafat UGM mulai 19 Februari hingga 4 Maret 2017. Diselenggarakan pertama kali pada tahun 2009, kegiatan ini memberikan kesempatan bagi mahasiswa asing untuk mempelajari nilai-nilai budaya dan sejarah bangsa Indonesia.
“Fakultas Filsafat sangat memiliki kepedulian terhadap filsafat Indonesia, khususnya nilai-nilai Pancasila. Di sini, Saudara-saudara dapat belajar mengenai Pancasila serta berbagai budaya yang ada di Indonesia,” ujar Dekan Fakultas Filsafat UGM, Dr. Arqom Kuswanjono, kepada para peserta dan pendamping SITSA, Senin (20/2) di Fakultas Filsafat.
Hal serupa juga disampaikan oleh Rektor UGM, Prof. Ir. Dwikorita Karnawati, M.Sc., Ph.D., yang membuka kegiatan SITSA kali ini. Penyelenggaraan kegiatan tersebut di Fakultas Filsafat UGM, menurutnya, adalah keputusan yang tepat mengingat fakultas yang menjadi pondasi berdirinya UGM ini memang menjadi tempat yang baik untuk mempelajari ideologi yang mendasari berdirinya bangsa Indonesia sebagai negara demokrasi muslim terbesar.
“Saudara dapat mempelajari bagaimana Indonesia yang memiliki populasi muslim terbesar di dunia bisa juga menjadi negara demokrasi yang besar,” ujarnya.
Dalam penyelenggaraannya yang ke sembilan ini, SITSA mengambil tema History of Hinduism, Buddhisme, Islam, and Javanese Traditional. Isu sosial, budaya, dan agama memang menjadi tema utama program SITSA dari tahun ke tahun. Di tahun ini, para peserta diajak untuk mempelajari sejarah masuknya agama-agama besar di Indonesia dan bagaimana agama tersebut berkembang di tengah-tengah budaya asli yang telah berkembang secara turun-temurun.
“Ribuan tahun yang lalu nenek moyang kami menganut animisme. Agama baru muncul setelah dibawa oleh para pedagang dan ada interaksi dengan masyarakat Indonesia. Tapi, agama-agama tersebut bisa berkembang berdampingan di tengah masyarakat dengan damai,” jelas Dwikorita.
Ia berharap kesempatan ini dapat dimanfaatkan oleh para mahasiswa, baik mahasiswa asing maupun mahasiswa UGM, untuk saling berbagi pengalaman dan pengetahuan akan kebudayaan serta kondisi sosial di negara mereka.
“Saya percaya selama masa tinggal di sini saudara dapat belajar mengenai satu dengan yang lain, supaya kita dapat menjaga harmoni demi perdamaian dunia. Melalui ko-kreasi diantara orang-orang muda, perdamaian di masyarakat pasti dapat diwujudkan,” imbuhnya. (Humas UGM/Gloria)