Keberadaan senjata nuklir bukanlah hal baru di era modern ini. Semenjak mulai dipakai pada periode perang dunia kedua, senjata nuklir terus mengalami perkembangan hingga kini. Negara-negara maju saling berpacu menciptakan dan meningkatkan persenjataan senjata nuklir. Dengan dalil menjaga pertahanan negara, berbagai negara dunia terus menciptakan senjata pembunuh massal berbahaya ini.
Jika merujuk Nuclear Non-Proliferation Treaty (NPT) hanya lima negara dunia, yakni Amerika Serikat, Britania Raya, Prancis, Republik Rakyat Tiongkok, dan Rusia yang diperbolehkan memiliki senjata nuklir. Padahal, bila melihat realitas saat ini beberapa negara lain di luar NPT diketahui telah mengembangkan persenjataan nuklir. Hal itu menunjukkan bahwa hingga kini masih banyak negara yang terus mengembangkan persenjataan nuklir tanpa mengindahkan NPT atau traktat nonproliferasi nuklir.
Dengan masih banyaknya negara yang mengembangkan persenjataan nuklir ini menimbulkan ketakutan bagi beberapa kalangan. Para aktivis di seluruh dunia terus mendesak PBB untuk segera menegakkan aturan yang tegas terhadap perlucutan tenaga nuklir. The International Campaign to Abolish Nuclear Weapons (ICAN) merupakan salah satu organisasi yang bekerja untuk memobilisasi orang di semua negara, menginspirasi, membujuk dan menekan pemerintah mereka agar memulai negosiasi terkait perjanjian yang melarang senjata nuklir.
Institute of International Studies (IIS) Departemen Hubungan Internasional UGM merupakan salah satu lembaga yang turut mengikuti perkembangan isu perlucutan senjata nuklir. Tidak hanya memantau isu terkini, IIS juga gencar melakukan kampanye dan advokasi perlucutan senjata nuklir, baik di kancah nasional dan internasional. Salah satu bentuk kegiatan kampanye yang dilakukan IIS untuk mengampanyekan perlucutan senjata nuklir di regional nasional yakni mengadakan seminar “Menuju Dunia Bebas Senjata Nuklir” dan beberapa roadshow diskusi lainnya di Jakarta, Malang, hingga Padang.
Selain itu, untuk mengedukasi masyarakat IIS juga mengadakan acara Bike Not Bombs. Acara tersebut merupakan kegiatan sepeda santai yang terbuka untuk umum yang di dalamnya disisipi tentang pengetahuan tentang bahaya senjata nuklir kepada masyarakat. Tidak hanya dalam negeri, usaha untuk mencapai perlucutan senjata nuklir global juga dilakukan IIS dengan turut berpartisipasi pada Comprehensive Nuclear-Test-Ban Treaty di Oslo pada 2013 dan di Nayarit, Meksiko pada 2014.
Muhadi Sugiono, M.A., salah satu peneliti IIS, bahkan sempat menyuarakan aspirasinya terkait perlucutan senjata di Open-Ended Working Group (OEWG) on Nuclear Disarmament 2016 di Jenewa, Swiss. OEWG adalah pertemuan resmi PBB yang melibatkan partisipasi publik, baik organisasi non-pemerintah maupun perwakilan dari masyarakat. Muhadi mewakili IIS yang merupakan patner dari ICAN di hadapan majelis kongres resmi PBB dan menyampaikan sebuah kertas kerja berjudul Non-Nuclear-Weapon States and a Treaty Prohibiting Nuclear Weapons.
Dalam kertas kerja tersebut terdapat 14 poin kebijakan dan praktik negara-negara non-senjata nuklir yang masih menghambat upaya perlucutan senjata nuklir. Dari berbagai advokasi yang dilakukan tersebut akhirnya membuahkan hasil. Pada Januari 2017, PBB menyepakati diadakannya negosiasi perlucutan nuklir yang akan diselenggarakan tahun ini.
“Negosiasi ini bukanlah klimaks dari usaha seluruh aktivitas di dunia dalam menyuarakan perlucutan senjata nuklir global. Kita harus terus berjuang agar perlucutan itu dapat terselenggara,” ujar Muhadi, Rabu (22/2).
Muhadi menjelaskan alasan kenapa perlucutan senjata nuklir harus segala dilakukan. Seperti senjata pembunuh massal lainnya, senjata nuklir tidak pandang bulu ketika digunakan. Seluruh area sekitar ledakan nuklir akan terkena dampaknya, sekali pun hanya masyarakat sipil. Muhadi mencontohkan efek bom nuklir di Hiroshima dan Nagasaki yang hingga kini masih ada korban selamat dan harus menanggung luka maupun kelainan genetik karena ledakan tersebut. Tidak saja berbahaya bagi kehidupan manusia, dampak ledakan nuklir akan berpengaruh pada lingkungan dan iklim dalam jangka panjang.
“Ledakan nuklir dapat memicu perubahan iklim yang berbahaya bagi seluruh kehidupan di bumi,” jelas Muhadi.
Argumen kemanusiaan itu lah yang sering disampaikan IIS dalam setiap kampanye dan advokasinya. Senjata nuklir dapat menjadi bencana kemanusiaan bila digunakan. Oleh karena itu, salah satu upaya untuk mencegahnya yakni dengan melarang senjata itu dibuat. Menurut Muhadi, seperti halnya senjata pemusnah massal lain, yakni senjata kimia, senjata biologi, dan cluster munitions yang penggunaannya dilarang, sudah sepatutnya senjata nuklir pun harus segera dilucuti karena dampaknya yang begitu berbahaya bagi umat manusia.
Senjata-senjata pemusnah massal itu awalnya dilarang dipakai oleh PBB sehingga kemudian dilucuti dari masing-masing negara. Muhadi juga berharap hal yang sama akan terjadi pada senjata nuklir. Pertama, senjata nuklir dimasukkan ke dalam daftar senjata illegal dan kemudian dilucuti. Hal itu lah yang akan diperjuangkan secara serius oleh aktivis-aktivis di dunia, termasuk IIS, khususnya dalam menyambut negosiasi perlucutan nuklir tahun ini. Hal itu pula yang disuarakan Muhadi di hadapan para peserta pertemuan PBB di Jenewa, Swiss 2016.
“Dampak kemanusiaan penggunaan senjata nuklir telah menangkis semua argumen yang kita dengar dalam mendukung retensi senjata tersebut. Senjata nuklir seperti semua senjata pemusnah massal lainnya harus dilarang,” jelas Muhadi. (Humas UGM/Catur)