Hipertensi pulmonal (HP) merupakan peningkatan resistensi pembuluh darah paru yang disebabkan oleh restriksi aliran darah yang melewati sirkulasi arteri pulmonalis. Jika tidak tertangani, kondisi ini akan berakhir menjadi gagal jantung kanan.
Sebanyak 15 persen kematian setiap tahun akibat penyakit ini. Perkiraan di negara Perancis insiden Hipertensi Pulmonal mencapai sekitar 2,4 kasus per satu juta setiap tahun dengan prevalensi 15 kasus per satu juta.
“Prevalensi global kasus ini sulit diperkirakan karena di banyak negara penegakan diagnosis sulit dan akses menuju pelayanan kesehatan terbatas,” kata dr. Lucia Kris Dinarti, Sp.PD., Sp.JP (K) saat ujian terbuka Program Doktor di Fakultas Kedokteran UGM, Senin (27/2).
Mempertahankan disertasi Hubungan Antara Kadar Prostasiklin, Nitrogen Monoksida, Endotelin-1 Dengan Hipertensi Arteri Pulmonal Pada Pasien Defek Septum Atrium Dewasa Yang Belum Dikoreksi, Kris Dinarti memaparkan sebanyak 123 pasien baru di RSUP Dr. Sardjito dengan diagnosis Defek Septum Atrium (DSA) sekundum dewasa yang datang ke poliklinik jantung (Juli 2012 – Desember 2013) menunjukkan sebanyak 74 persen sudah mengalami Hipertensi Arteri Pulmonal (HAP). Sebanyak 43,1 persen diantaranya merupakan HAP berat, bahkan sudah mengalami Sindroma Eisenmenger pada usia yang relatif muda, meskipun diameter defek kurang lebih sama dengan penderita dengan penderita DSA yang usianya lebih tua.
“Pada usia di bawah 30 tahun proporsi DSA yang HAP lebih tiga kali dibandingkan belum HAP, tentu menjadi pertanyaan kenapa pada sekelompok populasi DSA terjadi HAP begitu cepat, sedangkan yang lain tidak mengalami HAP atau HAP ringan saja padahal paparannya kurang lebih sama,” ujar dosen Departemen Kardiologi dan Kedokteran Vaskuler Fakultas Kedokteran UGM itu.
Menurut Kris Danarti beberapa mekanisme patobiologi telah diketahui sebagai penyebab terjadinya HP, antara lain terjadinya disfungsi endotel, penurunan rasio apoptosis/ proliferasi pada sel otot polos arteri pulmonal, penebalan dan gangguan adventitia sehingga terjadi aktivasi yang berlebihan dari metaloprotease adventitia. Disfungsi endotel ini disebabkan oleh peningkatan produksi agen vesokonstriktor seperti endotelin-1 (ET-1) dan thromboxane (TXA2), serta penurunan produksi agen vasodilator seperti prostasiklin.
“Pada HAP juga ditemukan penurunan nitric oxide synthase (NOS) yang memproduksi nitrogen monoksida sebagai agen vasodilator dan penghambat profilerasi sel otot polos”, katanya.
Kris Danarti menandaskan hingga kini belum diketahui mekanisme secara jelas apa yang berperan pada perkembangan HAP pada penyakit jantung kongenital dengan aliran sistematik ke pulmonal yang besar, khususnya DSA di luar faktor aliran dan tekanan. Pada Hipertensi Pulmonal Primer/ Idiopatik saat ini dikenal 3 jalur utama patofisiologi HP, yaitu jalur nitrogen monoksida, jalur prostasiklin, dan jalur endotelin-1.
“Apakah mekanisme yang sama juga terjadi pada HAP karena penyakit jantung kongenital dengan pirau kiri ke kanan, khususnya DSA hingga kini masih belum jelas. Oleh karena itu, penelitian dalam disertasi ini untuk mengetahui hubungan antara kadar ET-1, NO, dan prostasiklin dengan Hipertensi Arteri pulmonal pada DSA dewasa yang belum dikoreksi,” tandas Kris Danarti didampingi promotor Prof. Dr. dr. Abdus Samik Wahab, SpA (K)., Sp.JP (K) dan ko-promotor dr. Ahmad Hamim Sadewa, Ph.D dan Dr. dr. Budi Yuli Setianto, Sp.PD (K)., Sp.JP (K).
Selain itu, penelitian ini untuk mengetahui dari tiga biomarker (prostasiklin, NO atau endotelin-1) manakah yang paling berperan pada kejadian Hipertensi Arteri Pulmonal pada pasien DSA dewasa yang belum dikoreksi. Penelitian ini juga untuk mengetahui peranan besar aliran (flow ratio) dan umur terhadap kejadian HAP serta untuk mengetahui apakah terdapat hubungan antara interaksi ketiga biomarker dengan kejadian HAP.
“Hasil penelitian ini tentu saja diharapkan dapat mendukung perlunya dilakukan skrining keluarga sehingga semakin banyak pasien DSA yang ditemukan dan dapat ditangani, baik pasien dewasa maupun anak-anak,” tuturnya. (Humas UGM/ Agung)