Pembangunan kesehatan masyarakat yang dilakukan oleh pemerintah RI selama lebih dari 50 tahun terakhir telah membuahkan hasil yang cukup menggembirakan, namun masih banyak yang harus diselesaikan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar derajat kesehatan masyarakat Indonesia makin meningkat. Pada era tahun 1990-an, penyebab kematian dan kesakitan terbesar adalah penyakit menular, seperti infeksi saluran pernapasan atas, TBC, dan diare. Namun, sejak 2010 penyebab terbesar kesakitan dan kematian adalah karena stroke, jantung, dan diabetes atau kencing manis. “Penyakit yang tidak menular ini memberikan kontribusi sebesar 60 persen dari kematian di dunia setiap tahunnya,” kata Dirjen Kesehatan Masyarakat, Kementerian Kesehatan, dr. Anung Sugihantoro, M.Kes, dalam orasi Ilmiah Dies Fakultas Kedokteran (FK) UGM ke-71, Senin (6/3) di ruang Auditorium FK UGM.
Meski sudah ada Undang-undang Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan, namun menurut Dirjen, pemerintah dihadapkan pada tantangan paling utama dari peran promosi kesehatan untuk mewujudkan perilaku hidup sehat, yaitu kurangnya bukti ilmiah yang diimplementasikan, kurangnya bukti aplikasi dari dampak kesehatan suatu kebijakan dan keterbatasan kapasitas pelaksanaan promosi kesehatan. Padahal, peningkatan derajat kesehatan masyarakat memerlukan intervensi komprehensif dari determinan derajat kesehatan masyarakat. “Para pengambil kebijakan, akademisi, dan seluruh sektor harus mereview kembali bukti-bukti yang relevan guna merencanakan dan mempertimbangkan strategi perubahan perilaku yang mengarah pada berbagai aspek kesehatan masyatakat,” katanya.
Pemerintah saat ini, menurutnya, telah mendorong adanya Gerakan Masyarakat Hidup Sehat atau Germas yang intinya mewujudkan kesehatan masyarakat dengan optimal melalui tindakan yang sistematis dan terencana serta dilakukan secara bersama-sama oleh seluruh komponen bangsa dengan kesadaran, kemauan, dan kemampuan berperilaku sehat untuk meningkatkan kualitas hidup.
Disamping itu, lanjut Dirjen, pemerintah pusat dan daerah harus mendukung upaya tersebut dengan menyiapkan sarana dan prasana, seperti kurikulum pendidikan untuk usaha kesehatan sekolah, fasilitas olahraga, sayur dan buah, ikan, fasilitas kesehatan transportasi, kawasan tanpa rokok, taman untuk beraktivitas warga, dukungan iklan layanan masyarakat, car free day, air bersih, uji emisi kendaraan bermotor, keamanan pangan, dan pengawasan terhadap iklan yang berdampak buruk terhadap kesehatan.
Dikatakan Dirjen, hasil penelitian membuktikan bahwa intervensi perilaku kesehatan berhasil meningkatkan aktivitas fisik dan perilaku diet, bahkan mampu meningkatkan gaya hidup baik perseorangan, keluarga, kelompok, maupun masyarakat yang memiliki daya ungkit besar dalam mewujudukan derajat kesehatan masyarakat. Menurut pandangannnya, kota sehat atau Healthy Cities merupakan salah satu upaya promosi kesehatan yang menerapkan multiple intervensi perilaku hidup sehat. “Bahkan, konsep kota sehat ini bisa sebagai ujung tombak isu pembangunan global,” katanya.
Dirjen mencontohkan konsep kota sehat di Bogota. Ibukota negara Colombia ini berhasil membuat 97 kilometer area car Free Day di hari Minggu. Selain untuk mengurangi polusi udara, kegiatan car free day ini mampu mempromosikan aktivitas fisik seperti bersepeda dan berjalan kaki. Dalam kegiatan tersebut, sekitar 600 ribu orang sampai 1,4 juta orang mengikuti kegiatan dan hanya 40 persen dari yang mengikuti kegiatan itu minimal 3 jam keikutsertaannya. “Diperkirakan program tersebut mampu menghemat 3,2-4,3 juta dolar setiap tahun dalam pelayanan kesehatan,” pungkasnya.
Dekan FK UGM, Prof. Dr. Ova Emilia, MmedEd, Sp.OG (K), Ph.D., dalam pidato Laporan Dekan mengatakan untuk meningkatkan kajian riset di bidang kesehatan, FK UGM memiliki 10 pusat riset. Salah satunya adalah pusat riset perilaku hidup sehat dan promosi kesehatan. Beberapa hasil kajian riset yang dilakukan diantaranya analisis dan evaluasi media promosi kesehatan di Kota Yogyakarta dan riset penguatan daerah bebas asap rokok di Kota Yogyakarta.
Di bidang pengabdian kepada masyarakat, kata Dekan, FK UGM telah melaksanakan sebanyak 389 kegiatan pengabdian kepada masyarakat di tahun 2016 lalu. Daerah yang menjadi kegiatan pengabdian tersebut meliputi Kalimatan Selatan, selanjutnya Banjarnegara, Tasikmalaya, Kulonprogo, Bantul, dan Gunungkidul.
Sedangkan jumlah publikasi yang dihasilkan para dosen di FK UGM sebanyak 764 publikasi. Jumlah tersebut meningkat dibanding tahun 2015 lalu yang hanya mencapai 532 publikasi. “Publikasi di jurnal internasional meningkat jadi 297 publikasi dari sebelumnya hanya 222 publikasi,” katanya.(Humas UGM/Gusti Grehenson;foto: Firsto)