UGM berkomitmen untuk menjaga keselamatan dan kesehatan kerja seluruh civitas akademika, pihak-pihak terkait serta menjaga dan melindungi lingkungan hidup di wilayah UGM. Komitmen ini sudah jauh hari dilakukan oleh UGM. Untuk mewujudkan komitmen itu, UGM telah menerapkan beberapa kebijakan, seperti menjadikan aspek keselamatan, kesehatan kerja, dan perlindungan lingkungan sebagai bagian penting dari kebijakan universitas.
“Perlu kepatuhan dalam melaksanakan setiap peraturan perundangan yang mengatur keselamatan, kesehatan kerja, dan perlindungan lingkungan,” kata Rektor UGM, Prof. Ir. Dwikorita Karnawati, M.Sc., Ph.D., Selasa (14/3).
Ia menambahkan UGM juga telah menerapkan sistem manajemen keselamatan, kesehatan kerja, dan perlindungan lingkungan di universitas. Selain itu, telah dilakukan pula pembinaan dan pelatihan secara terus-menerus untuk memastikan seluruh warga UGM bisa memahami dan melaksanakan aturan keselamatan, kesehatan kerja, dan perlindungan lingkungan yang berlaku.
“Ini membutuhkan tanggung jawab dan dukungan segenap warga UGM,” imbuhnya.
Senada dengan itu, Kepala Pusat Keamanan, Keselamatan, Kesehatan Kerja, dan Lingkungan (PK4L), Dr. Noorhadi Rahardjo, menjelaskan persoalan Safety, Health, and Environment (SHE) tidak hanya mengatur mekanisme darurat dalam kondisi bencana, melainkan mencakup upaya-upaya untuk menjaga keselamatan dan kesehatan seluruh tenaga pendidik, tenaga kependidikan, mahasiswa, dan pihak-pihak lain yang terkait, serta menjaga dan melindungi kelestarian lingkungan hidup di wilayah UGM.
“Harapannya, setiap individu dapat berlaku sesuai SHE dalam kehidupan sehari-hari untuk menyelamatkan diri sendiri dari berbagai macam risiko. SHE ini perilaku yang harus diikuti oleh tiap individu,” ujar Noorhadi.
Di lingkungan kampus, kata Noorhadi, hal ini diwujudkan melalui Kebijakan Keselamatan, Kesehatan Kerja, dan Lingkungan (K3L) UGM yang disusun melalui proses konsultasi dengan wakil civitas akademika UGM, dan didahului oleh proses identifikasi potensi bahaya pada tingkat universitas dan beberapa tingkat unit kerja.
Hal ini kemudian didukung dengan pengembangan fasilitas dan infrastruktur terkait, misalnya dengan membangun jaringan hidran, penambahan kendaraan patroli, mengatur sistem parkir, membuat sistem pengolahan limbah, serta berbagai kebijakan lainnya. Meski demikian, menurut Noorhadi, fasilitas ini tidak bermanfaat tanpa adanya kesadaran dari para civitas akademika.
Kepala Bidang Keselamatan dan Kesehatan Kerja PK4L, Aminudin Arhab, S.IP., menambahkan UGM sebagai kampus yang cukup terbuka aksesnya bagi masyarakat umum menjadi tantangan tersendiri dalam penanganannya. Untuk mengatasi kendala tersebut, salah satu kebijakan yang diambil adalah dengan membatasi akses masuk ke lingkungan kampus pada jam-jam tertentu.
“Dengan luas areal 300 hektar maka penjagaan keamanan kampus tidak mudah. Kita juga mendorong ada relasi dengan warga sekitar kampus agar mereka turut serta menjaga keamanan lingkungan,”papar Aminudin.
Sementara itu, untuk menjaga kualitas lingkungan, analisa mengenai dampak lingkungan menjadi hal yang rutin dilakukan. Kualitas udara, air, serta pengelolaan sampah diuji secara berkala untuk memastikan bahwa kualitasnya tetap terjaga.
Hal ini berkaitan pula dengan upaya peningkatan kualitas kesehatan bagi civitas akademika UGM. Salah satu kebijakan yang diambil untuk mengatasi hal ini adalah dengan mengontrol kualitas makanan yang dijual di kawasan kampus, termasuk dari segi kesehatan dan kebersihan lokasi berjualan.
“Kalau tempatnya saja tidak bersih, bagaimana bisa menjamin kualitas makanan yang dijual itu baik dan sehat. Kami ingin para mahasiswa ketika masuk UGM dalam kondisi sehat, nanti lulus pun tetap sehat. Dimulai dari kantin-kantin yang dikelola oleh UGM termasuk Pujale dan Foodcourt, kita secara periodik melakukan evaluasi dan mengadakan pembinaan untuk para penjual,” jelas Aminudin.
Terkait penanaman vegetasi di lingkungan kampus, Aminudin menjelaskan bahwa UGM memiliki tim khusus yang bertugas untuk menata vegetasi sesuai dengan aspek estetika, keamanan, dan juga keserasian dengan lingkungan. Faktor keamanan, menurutnya, menjadi salah satu perhatian penting dalam penataan vegetasi, mengingat faktor cuaca ekstrim seperti hujan yang disertai angin kencang dan petir dapat merusak atau menumbangkan pohon. Karena itu, hal ini juga menjadi salah satu pertimbangan untuk melakukan pemangkasan atau penebangan pohon-pohon besar.
“Pemangkasan ini untuk menjaga keselamatan warga kampus. Tapi, tanaman yang ditebang itu kemudian diganti dengan tanaman yang baru,” pungkasnya (Humas UGM/Satria)