Penyebaran berita maupun informasi bohong (hoax) kian marak bermunculan di ranah media digital. Dosen Manajemen Informasi dan Perpustakaan (MIP) Sekolah Pasca Sarjana UGM, Dr. Ida Fajar Priyanto, mengatakan perpustakaan tidak dapat mengontrol maupun memberikan perhatian khusus terhadap berbagai infromasi yang berada di luar perpustakaan. Kendati begitu, perpustakaan dapat mengambil peran dalam menyajikan informasi yang sehat.
“’Perpustakaan perlu memikirkan cara agar perpustakaan mampu menyediakan beragam format informasi dan konten yang dapat menjadi lingkaran pengaruh informasi bagi pemustaka,” paparnya, Rabu (15/3) dalam seminar “Perpustakaan sebagai Gerbang Informasi Sehat”.
Demikian halnya dengan pustakawan, kata Ida, pustakawan juga tidak dapat mengontrol informasi yang muncul dalam lingkaran hal yang tidak dapat dikontrol di berbagai belahan dunia. Misalnya, berita-berita tentang politik, ekonomi, bisnis, serta pilkada di televisi dan postingan di berbagai media sosial. Pustakawan tetap akan berada dalam lingakarannya sendiri, namun demikian harus dapat memberikan informasi yang memengaruhi para pemustaka.
“Pustakawan dapat memberikan pengaruh bagi pemustaka untuk mendapatkan informasi yang berkualitas, bernilai, dan bermanfaat serta memengaruhi nonpemustaka untuk memanfaatkan perpustakaan,” jelasnya.
Sementara itu, Anis Fuad, S.Ked.DEA., dari departemen Biostatistik, Epidemologi dan kesehatan populasi Fakultas Kedokteran UGM, mengatakan perkembangan teknologi, perubahan sosial ekonomi, dan perbedaan model interaksi menyebabkan perubahan cara mengakses dan menggunakan informasi. Perkembangan tersebut memberikan kemudahan bagi generasi saat ini dalam memperoleh infromasi.
“Namun, kemudahan teknologi tidak menjamin generasi ini menjadi melek informasi,” katanya.
Anis menyebutkan perilaku informasi generasi saat ini atau yang disebut dengan generasi Z memiliki karakteristik mencerna informasi secara instan. Mereka tidak memiliki banyak waktu untuk mengevaluasi informasi, baik dari segi relevansi, akurasi, dan sumber berita.
“Mereka memiliki pemahaman yang lebih rendah tentang kebutuhan sehingga tidak dapat mengembangkan strategi pencarian informasi yang efektif,” katanya.
Melihat kondisi ini, Anis berharap perpustakaan dapat berkembang dan berubah menyesuaikan perkembangan generasi. Berperan mendorong masyarakat digital agar melek infromasi, lebih terampil menghasilkan informasi yang sehat dan bertanggungjawab.
Bijak Bermedsos
Di tempat sama, AKBP Andrie Setiagraha dari POLDA DIY menyampaikan bahwa media sosial menjadikan pergaulan masyarakat saat ini menjadi sangat luas bahkan tanpa batas. Komunikasi yang terjadi relatif bebas dan pesan yang dibuat mudah menyebar dengan cepat. Namun, dipenuhi dengan konflik komunikasi dan provokatif.
“Di medsos setiap individu dengan bebas menyampaikan pendapatnya, cenderung mudah menyerang pendapat yang berbeda,” tuturnya.
Hingga saat ini, lebih dari 700 ribu situs yang terdeteksi menyebarkan ujaran kebencian berita hoax. Sebagian besar menyebarkan berita yang memuat ujaran kebencian terkait isu SARA.
“Banyak sekali situs yang memberikan infromasi bohong, sementara masyarakat kita belum bisa membedakan mana yang benar dan salah,”jelasnya.
Untuk itu, POLDA DIY meminta masyarakat untuk dapat memanfaatkan media sosial secara bijak. Tidak dengan mudah mempercayai informasi-informasi yang beredar, terutama informasi yang berpotensi menimbulkan konflik. (Humas UGM/Ika)