Proses seleksi dan pemilihan Rektor UGM 2017-2022 telah memasuki tahapan Forum Aspirasi Masyarakat Universitas. Setelah sebelumnya Panitia Kerja menyelenggarakan forum aspirasi bagi dosen guru besar, dosen non-guru besar, serta tenaga kependidikan, kini giliran mahasiswa UGM yang diberi kesempatan untuk menyampaikan aspirasi bagi para bakal calon rektor UGM dalam Forum Aspirasi bagi mahasiswa yang diselenggarakan Kamis (30/3).
Penjaringan aspirasi yang dilakukan di Grha Sabha Pramana kali ini dihadiri mahasiswa dari berbagai fakultas dan sekolah di dalam lingkungan UGM. Sebelum memberikan aspirasi, para mahasiswa diberi kesempatan untuk mendengar pemaparan visi misi dari para balon rektor. Dalam waktu masing-masing 10 menit, delapan balon rektor menyampaikan rencana kerja yang akan mereka jalankan jika terpilih sebagai rektor dalam 5 tahun mendatang.
Usai penyampaian visi dan misi, satu per satu mahasiswa menyampaikan tanggapan, kritikan, atau usulan terkait berbagai hal yang terjadi di lingkungan UGM. Beberapa isu yang sempat mengemuka dalam forum ini diantaranya terkait dengan pengelolaan UGM setelah menyandang status sebagai Perguruan Tinggi Negeri Berbadan Hukum (PTNBH) yang dianggap memunculkan banyak polemik, khususnya terkait pembiayaan universitas, yang pada akhirnya justru dianggap memberatkan mahasiswa dengan nilai UKT yang tidak sesuai dengan kemampuan mereka.
“Kami ingin mengetahui bagaimana para balon rektor akan melaksanakan agenda reformulasi UKT setelah menjabat nanti. Ini persoalan yang tidak kelar-kelar, dan kami harap dalam 5 tahun ke depan persoalan ini akan berakhir,” ujar Davin, mahasiswa Fakultas Hukum yang turut menyampaikan aspirasinya dalam forum ini.
Isu lain yang juga bebrapa kali diangkat dalam penyampaian aspirasi adalah terkait pengelolaan organisasi kemahasiswaan yang mengalami perubahan dengan diterbitkannya SK Rektor no.1 Tahun 2017, serta isu terkait pentingnya ruang serta kesempatan bagi mahasiswa untuk menyampaikan aspirasi kepada pimpinan universitas. Salah satu mahasiswa juga sempat mengangkat isu mengenai kualitas sarana dan prasarana yang ada di UGM, termasuk terkait fasilitas bagi mahasiswa berkebutuhan khusus atau difabel.
“UGM banyak membangun gedung baru, tapi apakah fasilitas bagi kelompok difabel sudah dimudahkan? Dalam membuat kebijakan akademik, kepentingan dari rekan-rekan difabel ini harus turut diperhitungkan,” ujar Antonius Harya mewakili UKM Peduli Difabel.
Penyampaian aspirasi mahasiswa dalam kesempatan ini ditutup oleh Ketua BEM KM UGM, Alfath Bagus Panuntun, yang membacakan hasil diskusi serta riset yang mereka lakukan terkait persoalan seputar UGM serta serangkaian rekomendasi yang disampaikan untuk ditindaklanjuti oleh rektor terpilih nantinya. Rekomendasi yang ia sampaikan diantaranya menyangkut pelibatan organisasi mahasiswa dalam penentuan golongan UKT bagi mahasiswa baru, perubahan persyaratan pemilihan unsur mahasiswa dalam Majelis Wali Amanat, perbaikan sarana dan prasarana keamanan kampus, serta penjaminan atas kebebasan akademik.
Aspirasi ini pun mendapat tanggapan dari para bakal calon rektor. Terkait status UGM sebagai PTNBH, Prof. Ir. Nizam, M.Sc., Ph.D., dr. Rr. Titi Savitri Prihatiningsih, M.Med.Ed., serta Prof. Dr. Ir. Ali Agus, DAA., DEA. sama-sama menyatakan bahwa status ini bukan melanggengkan liberalisasi dan komersialisasi perguruan tinggi, tetapi justru otonomi ini harus dioptimalkan agar sumber daya yang dimiliki bisa lebih efisien dan berdaya guna bagi kepentingan masyarakat luas.
“Sejak awal berdiri UGM sebetulnya sudah diberikan negara otonomi, karena mandatnya adalah untuk menyiapkan generasi penerus bangsa yang lebih hebat dari generasi sebelumnya,” ujar Ali.
Masih berkaitan dengan hal tersebut, Dr. Drs. Paripurna, S.H., M.Hum., LL.M. serta Prof. Dr. Mudrajad Kuncoro, M.Soc.Sc. menanggapi bahwa sebagai PTNBH UGM dapat meraih berbagai kemungkinan pendanaan kreatif agar pembiayaan universitas tidak dibebankan kepada mahasiswa.
“Pendanaan yang ditingkatkan bukan hanya hal yang memungkinkan, ini adalah konsekuensi logis dari PTNBH. Tentu hal ini perlu dilakukan tanpa membebani mahasiswa,” kata Paripurna.
Sementara itu, Prof. Ir. Panut Mulyono, M.Eng., D.Eng., Dr. Erwan Agus Purwanto, M.Si., serta Prof. Ir. Dwikorita Karnawati, M.Sc., Ph.D. memberikan tanggapan terkait upaya untuk menjaring aspirasi dari mahasiswa, bukan hanya selama masa seleksi rektor ini, tetapi juga di waktu-waktu mendatang. Ketiganya sepakat bahwa komunikasi adalah jalan yang baik untuk memecahkan persoalan dan perbedaan yang ada. (Humas UGM/Gloria; Foto: Bani)