Sebanyak 7,7 juta tenaga kerja bidang konstruksi di Indonesia saat ini terlibat dalam kegiatan pembangunan infrastruktur yang tengah giat-giatnya dilaksanakan oleh pemerintah. Namun, dari jumlah tenaga kerja konstruksi tersebut hanya sekitar 20 persen saja yang memiliki sertifikasi. Artinya, sekitar 80 persen belum bersertifikasi. Padahal, pemerintah menargetkan sekitar 40 persen dari jumlah tenaga kerja sudah bersertifikasi. “Kita harapkan 750 ribu tenaga kerja sudah memiliki sertifikasi ahli dan terampil. Pak Menteri (PUPR) mintanya 3 juta orang. Segala upaya akan kita lakukan,” kata Sekretaris Direktorat Jenderal Bina Konstruksi Kementerian PUPR, Ir. Panani Kesai, M.Sc., dalam sosialisasi dan pendampingan pelatihan jarak jauh bidang konstruksi di hadapan ratusan mahasiswa Fakultas Teknik UGM, Senin (3/4).
Diakui oleh Panani, dunia konstruksi Indonesia kenyataannya masih sedikit tenaga kerja konstruksi yang memiliki sertifikasi dengan alasan mahalnya biaya yang harus dikeluarkan. “Ini persoalan di dunia konstruksi kita. Padahal, UU No 2 tahun 2017 menuntut pelaksana kerja konstruksi menggunakan pekerja yang sudah bersertifikat,” katanya.
Sertifikasi konstruksi ini memang diperlukan agar SDM bidang konstruksi lulusan perguruan tinggi langsung dapat bekerja di proyek kontruksi. Untuk mendapatkan sertifikasi dari lembaga asosiasi profesi disyarakatkan minimal sudah satu tahun bekerja. “Umumnya lulusan teknik ketika masuk kerja belum bisa disuruh kerja. Di perusahaan besar mereka akan dikursuskan dulu tapi di perusahaan kecil, siapa yang mau berikan kursus, biasanya disuruh belajar sendiri,”ungkapnya.
Kegiatan pelatihan dan pendampingan pembelajaran jarak jauh bidang konstruksi dari kementerian PUPR, menurut Panani Kesai, bertujuan untuk meningkatkan wawasan dan kompetensi mahasiswa sebelum lulus. “Kita memberikan akses dan modul pada mahasiswa untuk mengetahui pembelajaran bidang konstruksi,” ujarnya.
Kepala Balai Penerapan Teknologi Konstruksi, Kementerian PUPR, Cakra Negara, mengatakan dari 7,7 juta tenaga kerja bidang konstruksi yang terlibat dalam pembangunan infrastruktur di tahun 2016, sekitar 20 persen tenaga kerja diketahui sudah memiliki sertifikat. “Seharusnya 40 persen sudah bersertifikat,” paparnya.
Ali Awaludin, ST., M.Eng., Ph.D., Sekretaris Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan, Fakultas Teknik UGM, mengatakan pelatihan ini di luar kurikulum prodi yang diajarkan di perguruan tinggi. Pelatihan ini bisa menambah pengetahuan tambahan bagi mahasiswa sebelum lulus. Ia menyebutkan peserta pelatihan berasal dari UGM, UII, Universitas Atma Jaya dan Universitas Janabadra. (Humas UGM/Gusti Grehenson)