Pengelolaan program studi di sebuah perguruan tinggi seharusnya menyesuaikan dengan kebutuhan bangsa untuk masa sekarang dan yang akan datang. Oleh karena itu, saat ini yang perlu didorong oleh pemerintah adalah membuka pendidikan sekolah vokasi dan politeknik sebanyak-banyaknya untuk menghasilkan lulusan terampil bersertifikasi dan secara perlahan menurunkan jumlah prodi di lingkungan perguruan tinggi. Seiring dengan itu, dunia industri diharapkan nantinya bisa berkembang lebih maju dan pesat sehingga bisa membuka lapangan kerja seluas-luasnya agar lulusan pendidikan tinggi dan sekolah vokasi terserap di dunia kerja. Hal itu mengemuka dalam talkshow yang bertajuk Tantangan dan Peluang Perguruan Tinggi dan Peran Prodi dalam Manajemen Pendidikan Tinggi, Selasa (18/4), di ruang seminar Sekolah Pascasarjana UGM. Hadir sebagai pembicara adalah Rektor UGM, Prof. Ir. Dwikorita Karnawati, M.Sc., Ph.D., dan Kepala Prodi Magister Manajemen Pendidikan Tinggi, Sekolah Pascasarjana UGM, Prof. Dr. Sahid Susanto,M.S.
Rektor UGM mengatakan saat ini dunia tengah memasuki era revolusi industri yang ke empat. Apabila sebelumnya revolusi industri pertama dimulai dari ditemukannya mesin uap, revolusi kedua dengan ditemukannya listrik, selanjutnya revolusi ketiga adalah pemanfaatan robot pengganti tenaga manusia di industri. “Revolusi industri ke empat sekarang adalah era teknologi digital, semua serba digital. Apabila kita tidak bergerak ke era digital maka bangsa kita akan tertinggal,” kata Dwikorita.
Lingkungan perguruan tinggi, kata Rektor, mau tidak mau merespons perubahan itu lewat pengembangan pengelolaan pendidikan dengan konsep smart kampus yang terintegrasi. “Pengelola pendidikan tinggi harus mampu mengelola pesatnya kemajuan dunia digital yang mengalami perubahan begitu cepat,” katanya.
Menurutnya, perguruan tinggi harus mampu meningkatkan kemampuan daya saing dengan menghasilkan kualitas lulusan yang mampu menangkap peluang, menganalisis risiko secara jitu, dan keberanian untuk selalu bangkit ketika menghadapi kegagalan. “UGM baru saja meredesain kurikulum agar lulusan memiliki karakter socioentrepreneurship sehingga kemampuan softskill mereka mampu mengikuti kecepatan perubahan itu,” ujarnya.
Untuk mendorong kemajuan bangsa menjadi lebih cepat, Rektor mengatakan pemerintah perlu mendorong pembukaan pendidikan sekolah vokasi dan politeknik sebanyak-banyaknya agar bisa menghasilkan lulusan yang terampil dan memiliki sertifikasi. “Sekolah vokasi dan politeknik perlu ditingkatkan, jumlahnya saat ini sangat sedikit sekali. Di negara maju, misalnya, sekitar 70 persen adalah pendidikan politeknik atau sekolah vokasi, dan sisanya prodi di perguruan tinggi,” paparnya.
Kepala Prodi Magister Manajemen Pendidikan Tinggi (MMPT) SPs UGM , Prof.Dr. Sahid Susanto,M.S., mengatakan angka partisipasi anak muda masuk perguruan tinggi di Indonesia masih sekitar 20-an persen. Meski pemerintah mendorong kesempatan anak muda masuk perguruan tinggi seluas-luasnya, namun belum diikuti dengan pembukaan lapangan kerja dan peningkatan kulitas SDM yang memadai. “Indikasinya harus kualitas. Jangan sampai lulusan pendidikan tingi tidak tertampung di dunia kerja sehingga menjadi pengangguran, padahal punya knowledge yang memadai,” katanya. (Humas UGM/Gusti Grehenson)