Jemari Veronica (37) terlihat cekatan mengolah ikan menjadi beragam makanan olahan , seperti abon, ikan krispi, dan amplang. Veronica dan puluhan wanita lain di Kabupaten Timor Tengah Utara dalam beberapa tahun terakhir memang fokus menggeluti usaha pengolahan ikan.
Setidaknya, ada sekitar 30 wanita yang tergabung dalam 4 kelompok unit pengolahan ikan yang tersebar di 3 kecamatan, yaitu Insana Utara, Biboki Anleu, dan Biboki Monleu. Para ibu rumah tangga ini berhasil berdikari berkat program pemberdayaan perempuan melalui pengembangan produk perikanan berkelanjutan di daerah perbatasan NTT. Kegiatan ini dirintis oleh sejumlah dosen Departemen Perikanan Fakultas Pertanian UGM sejak tahun 2015 lalu di bawah program Community Resilience and Economic Development (CaRED) UGM.
Ketua Program CaRED TTU, Dr. Siti Ari Budhiyanti, mengatakan Kabupaten Timor Tengah Utara (TTU), Nusa Tenggara Timur, merupakan salah satu kabupaten yang memiliki kawasan pesisir dan beberapa desa pantai serta berbatasan dengan Timor Leste. Daerah ini mempunyai potensi sumber daya perikanan laut cukup besar. Bahkan, di musim-musim tertentu pasokan ikan sangat tinggi. Data produksi ikan di TTU tahun 2013 menunjukkan hasil tangkapan mencapai 708,69 ton. Sayangnya, potensi tersebut belum dimanfaatkan secara optimal oleh masyarakat setempat.
“Harga di pasaran rendah saat pasokan berlebih sehingga tidak sedikit ikan yang hanya dibiarkan begitu saja menjadi rusak tanpa pengolahan pascapanen,” jelasnya.
Kondisi ini mendorong Sita, sapaan akrab Siti Ari Budhiyanti, bersama ketiga rekannya, yaitu Dr. Eko Setyobudi, Anes Dwi Jayanti, M.Sc., Wahdan Fitriya, M.Sc. untuk memberikan pendampingan pada masyarakat lokal melakukan pengolahan ikan pascapanen. Selain untuk meningkatkan nilai ekonomi ikan, kegiatan ini ditujukan untuk meningkatkan produktivitas dan kesejahteran kaum perempuan setempat.
Sita memaparkan di TTU terdapat 121.198 wanita dan 65.200 diantaranya berada di usia produktif. Dari 65.200 wanita berusia produktif tersebut 52 persennya merupakan lulusan sekolah dasar. Hal ini menjadi tantangan dan kesempatan bagi mereka untuk melakukan pemberdayaan berbasis pembangunan UMKM untuk meningkatkan partisipasi wanita dalam meningkatkan kesejahteraan keluarga.
Program pemberdayaan bertajuk”Women Empowerment through Sustainable Fisheries Product Development in Border Area of East Nusa Tenggara-Indonesia and Timor Leste” ini telah berjalan mulai tahun 2015 silam. Kegiatan ini memperoleh pendanaan dari kerja sama antara UGM dengan pemerintah New Zeland dalam bingkai program pemberdayaan masyarakat kawasan Timur Indonesia.
Eko Setyobudi menambahkan pihaknya melakukan pendampingan pada kaum perempuan di kecamatan Insana Utara, Biboki Anleu, dan Biboki Monleu Kabupaten Timor Tengah Utara dalam penanganan pasca panen dan memberikan pelatihan diversifikasi produk olahan ikan. Selain itu, juga mendorong pembentukan dan penguatan kelembagaan ekonomi mikro dan pendampingan promosi serta pemasaran.
“Berbagai hasil diversifikasi produk olahan ikan tersebut telah berhasil dipasarkan tidak hanya di pasar lokal, tetapi hingga Timor Leste,”jelasnya.
Program yang telah berjalan lebih dari 1,5 tahun ini tidak hanya mampu menggerakkan perempuan. Namun, terbukti mampu meningkatkan pendapatan dalam keluarga dan menurunkan angka pengangguran.
“Dengan mengolah ikan menjadi beraneka produk olahan bisa meningkatkan nilai ekonomi hingga 2 kali lipat,” jelasnya
Ketua kelompok unit pengolahan ikan “Mutiara”, Veronica Ena Murti Andani, mengaku sangat terbantu dengan adanya program CaRED UGM. Sebelum ada pendampingan, kelompoknya sempat menjalankan usaha pembuatan abon ikan, namun hasilnya hanya bisa bertahan dalam 1 minggu. Namun, setelah masuk program CaRED mereka mendapatkan berbagai pelatihan dalam pengolahan dan diversifikasi produk olahan ikan sehingga hasil produksinya lebih baik.
“Abon yang kami buat saat ini bisa bertahan sampai 6 bulan dengan resep dari Ibu Sita dan kawan-kawan,”tuturnya.
Selain membuat abon ikan, Veronica dan 8 anggota kelompoknya mengolah ikan menjadi amplang, ikan kripsi, dan basreng ikan. Biasanya mereka menggunakan ikan cakalang, tuna, tengiri, dan teri sebagai bahan baku utama produk yang dikembangkan.
Veronika menyampaikan hingga saat ini mereka terus memproduksi aneka olahan ikan. Hanya saja produk yang dihasilkan belum dalam jumlah yang relatif stabil tergantung dengan ketersediaan pasokan dan harga ikan.
“Saat ikan banyak dan murah kami bisa memproduksi sampai 90 pak produk olahan ikan. Namun, saat stok ikan sedikit kami biasanya produksi sekitar 30-35 pak dan berdasar pesanan saja,” paparnya.
Pendampingan yang diberikan melalui program CaRED UGM ini dinilai Veronica mampu memberdayakan perempuan dan meningkatkan perekonomian keluarga. Oleh sebab itu, dia berharap nantinya program ini bisa berjalan secara berkelanjutan.
“Ke depan kami harapkan bisa dibuat semacam tempat penampungan hasil produksi olahan ikan sehingga produk yang kami buat lebih terjamin pemasarannya,”harapnya. (Humas UGM/Ika)