Di Indonesia pemakaian energi berbasis fosil masih mendominasi, sementara ketersediaannya semakin lama semakin terbatas. Mengingat permasalahan tersebut, pemerintah melalui Dewan Energi Nasional (DEN) merumuskan berbagai kebijakan, diantaranya Kebijakan Energi Nasional (KEN), serta Rencana Umum Energi Nasional (RUEN), guna mewujudkan ketahanan, kemandirian, dan kedaulatan energi yang berkelanjutan.
Ir. Tumiran, M.Eng., Ph.D, selaku anggota DEN, mengatakan permasalahan energi nasional memang harus dijelaskan oleh berbagai pihak karena pasokan energi Indonesia saat ini sebagian besar sudah impor.
“Jadi, kita sudah impor minyak cukup besar, sementara produksi kita tidak naik-naik sekitar 800 ribu barel per hari. Padahal, kebutuhan kita sudah mencapai 1,6 juta barel per hari,” ujarnya di Pusat Studi Energi UGM, Rabu (19/4) menjelang penyelenggaraan Diskusi Nasional Kebijakan Energi.
Menurut Tumiran, sekitar 800 ribu barel per hari minyak yang diproduksi tidak semuanya dihasilkan oleh pemerintah karena sebagian besar untuk cost recovery. Dari sebanyak itu, pemerintah Indonesia hanya memiliki 55-60 persen dari 800 ribu per barel tiap hari atau 400 ribu barel per hari.
Akibatnya, hampir 1 juta barel tiap hari Indonesia mengimpor minyak. Impor tersebut dalam bentuk minyak, BBM, dan crude oil. Andai harga minyak 100 dollar per barel maka per hari pemerintah harus mengeluarkan 100 juta dolar.
“Setahun bisa menjadi 36 milyar dolar. Jika 1 dolar dipatok 14 ribu rupiah maka pemerintah Indonesia mengeluarkan uangnya sebesar 500 triliun rupiah. Kita mau dapat uang devisa dari mana jika sebesar itu. Oleh karena itu, kedepan terkait kebijakan energi fosil penting untuk dilakukan,” katanya.
Untuk mengurangi atau membatasi penggunaan energi berbasis fosil ini, kata Turmiran, banyak hal bisa dilakukan. Diantaranya, efisiensi, dan konservasi dengan penggunaan mobil/motor hemat energi.
“Arah kebijakan energi kedepan telah tertuang dalam Kebijakan Rencana Umum Energi Nasional (RUEN). Sektor transportasi kedepan tidak semuanya bergantung pada minyak tapi dengan kendaraan-kendaraan listrik, sepeda motor listrik, kemudian mobil double injection pakai gas dan BBM,” imbuhnya.
Dr. Deendarlianto, S.T., M.Eng, Kepala Pusat Studi Energi UGM, menambahkan berbagai peraturan terkait kebijakan energi nasional sebenarnya sudah ada, seperti Rencana Umum Energi Nasional (RUEN) yang merupakan turunan dari PP No 79 tahun 2014 mengenai Kebijakan Energi Nasional.
“Artinya, semua target pengembangan energi kedepan dan segala sesuatu arah kebijakan energi telah dimiliki Indonesia. Yang terbaru Peraturan Presiden No 22 tahun 2017 mengenai RUEN dan salah satunya seperti yang juga diamanatkan PP 79 tahun 2014 bahwa daerah harus menyusun Rencana Umum Energi Daerah (RUED) dan itu harus mengacu kepada RUEN,” katanya.
Sayangnya, Indonesia memiliki 34 provinsi dengan potensi energi yang berbeda. Belum lagi dengan kapasitas SDM berbeda dan kondisi geografis yang juga berbeda. Hal ini tentu menjadi tantangan dari setiap daerah di Indonesia.
“Karena itu, PSE UGM merasa terpanggil bagaimana membicarakan dan membahas persoalan ini agar antara RUEN dan RUED terjadi sinergi dan keselarasan,”terangnya.
Diskusi Nasional Kebijakan Energi digelar Pusat Studi Energi UGM bekerjasama dengan Pusat Pengembangan Kapasitas dan Kerja Sama (PPKK) Fisipol UGM dan PolGov, Fisipol UGM. Diskusi Nasional Kebijakan Energi bertema Mewujudkan Keselarasan Rencana Umum Energi Nasional (RUEN) dan Rencana Umum Energi Daerah (RUED) dalam mencapai Sasaran Kebijakan Energi Nasional (KEN) yang akan digelar selama dua hari, 25 – 26 April 2017, di Balai Senat UGM.
Selain Wakil Menteri ESDM, Archandra Tahar, Ph.D., sebagai keynote speaker, akan turut berbicara Dirjen Pengembangan Daerah Kementerian Dalam Negeri dan Satya Widya Yudha (Wakil Ketua Komisi III DPR RI). Hadir juga sebagai pembicara Ir. Tumiran, M.Eng., Ph.D, Josaphat Rizal Primana (Kementerian PPN/BAPPENAS), Pandri Prabono (Guspen Migas), Dr. Deendarlianto, S.T., M.Eng, Kepala Pusat Studi Energi UGM dan Dr. Cornelis Lay, dosen dan peneliti senior Fisipol UGM. (Humas UGM/ Agung)