Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Arcandra Tahar, mengatakan sebanyak 2500 desa di Indonesia belum teraliri listrik. Umumnya daerah yang belum teraliri listrik tersebut berada di Papua. “Sekitar 2500 desa belum teraliri listrik dan sebagian besar berada di Papua. Salah satu yang kita lakukan adalah dengan kebijakan BBM satu harga,” kata Arcandra Tahar dalam Diskusi Nasional Kebijakan Energi yang berlangsung di Balai Senat UGM, Selasa (25/4).
Menurut Arcandra kondisi saat ini masih banyak desa yang belum teraliri listrik. Bahkan, desa yang sudah teraliri listrik pun belum bisa dikatakan sepenuhnya teraliri listrik karena tidak semua bisa menjangkau semua dusun di desa tersebut. Tidak hanya itu, wilayah yang dikenal sebagai lumbung energi seperti di Kalimantan, banyak desa di sekitar perbatasan dan daerah pedalaman yang belum teraliri listrik. “Daerah yang menjadi lumbung energi tapi energi listrik tidak terpenuhi,” katanya.
Salah satu persoalan belum teraliri listrik tersebut dikarenakan sulitnya akses menuju lokasi dan pengerjaan pembangkit listrik yang belum selesai. Oleh karena itum, ia mengundang investor untuk ikut andil dalam proyek pembangkit listrik di daerah terpencil. “Jika ada investor ambil bagian listrik, bangun saja,” ujarnya.
Meski demikian, kata Arcandra Tahar, pembangunan pembangkit listrik atau pembangunan pertambangan saat ini terhambat oleh perda yang dinilainya menghambat proses investasi. Ia mencontohkan setiap proses eksplorasi oil dan gas di Indonesia saat ini membutuhkan waktu sekitar 15 tahun agar bisa mulai berproduksi. “Di negara lain lima tahun sudah produksi,” ujarnya.
Menurutnya, saat ini pemda seharusnya mempermudah masuknya investasi dan mempermudah keluarnya izin agar pelaksanaan kebijakan energi nasional dapat berjalan dengan lancar. “Kalau bisa perda dan izin harus dipercepat,”ujarnya.
Wamen berpendapat seharusnya pengelolaan sumber daya alam sudah bisa dikelola oleh anak bangsa sendiri lewat penguasaan teknologi yang sudah maju serta pendanaannya pun berasal dari dalam negeri. Namun, kenyataannya justru sebaliknya. “Ada gap yang begitu besar dan itu fakta yang kita hadapi,” katanya.
Wakil Rektor Bidang Kerja Sama dan Alumni Universitas Gadjah Mada, Dr. Paripurna P. Sugarda, S.H., L.L.M., mengatakan UGM saat ini tengah melakukan pemetaan potensi aset sumber daya alam dan energi di Indonesia, serta mendorong perbaikan tata kelola pemerintahan untuk memperkuat hubungan antara pusat dan daerah dalam mendorong pelaksanaan kebijakan energi nasional. “Kita harapkan nantinya ego sektoral bisa diminimalkan demi kepentingan rakyat banyak. Lalu infrastruktur didorong dalam mendukung pengelolaan energi yang lebih baik untuk menunjang pertumbuhan ekonomi yang tentunya dipengaruhi ketersediaan energi,” ungkapnya.
Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X dalam pidato sambutannya yang dibacakan Ir. Gatot Saptadi, Asisten Perekonomian dan Pembangunan Setda DIY, mengatakan negara tidak cukup mengandalkan kekayaan sumber daya alam untuk modal pembangunan namun juga mengembangkan kompetensi SDM sebagai pengelola sumber daya tersebut. Tidak hanya itu, Sri Sultan juga menilai peran universitas dalam sektor riil di masyarakat ternyata belum maksimal. “Padaha, riset energi sangat fokus pada masyarakat untuk mengurangi ketergantungan pada subsidi listrik dan BBM,” katanya. (Humas UGM/Gusti Grehenson)