Bagi kebanyakan orang, sabut kelapa biasanya hanya dibuang begitu saja dan menjadi limbah lingkungan. Namun, di tangan sekelompok mahasiswa Universitas Gadjah Mada (UGM), limbah sabut kelapa diolah menjadi aneka kerajinan bernilai seni dan ekonomis yang tinggi.
Kerajinan dari sabut kelapa tersebut berupa pot, boneka, dan gantungan kunci dan dikembangkan oleh 12 mahasiswa dari Fakultas Teknik dan Fakultas Pertanian. Mereka adalah Yofrizal Alfi, Fikri Muhammad, Yulisyah Putri Daulay, Verna Ardhi Hapsari, Putu Sri Ronita Dewi, Icha Ludyawati, Rischa Agustina, Fathurrahman Setiawan, Fajar Sina M, Karina Dita, I Komang Adi W, dan M. Pradipta Natriasukma.
Ide pengolahan limbah sabut kelapa bermula dari keprihatinan mereka akan permasalahan yang terjadi di Dusun Plampang 1, Desa Kalirejo, Kecamatan Kokap, Kabupaten Kulon Progo. Daerah ini memiliki potensi kelapa yang melimpah, termasuk sabut kelapa, tetapi limbah kelapa ini belum dimanfaatkan secara optimal oleh masyarakat setempat.
“Potensi sabut kelapa di wilayah ini sangat melimpah, namun belum dimanfaatkan dengan baik. Kebanyakan hanya dibuang maupun dibakar,” ungkap Putu Sri Ronita Dewi, Senin (8/5) di kampus UGM.
Berawal dari kenyataan itu, mereka bergerak memberikan pendampingan kepada warga dalam mengolah limbah sabut kelapa. Mereka memberikan bimbingan dan pelatihan pengolahan sabut kelapa menjadi aneka kerajinan dalam program Co-Craft.
“Program Co-Craft ini sebagai upaya untuk meningkatkan perekonomian warga sekitar,” jelasnya.
Program ini memiliki tiga kegiatan utama. Pertama, pelatihan proses pengolahan sabut kelapa menjadi serabut kelapa kasar, halus dan serbuk kelapa. Kedua, pelatihan produk kerajinan dari serabut kelapa dan serbuk kelapa. Ketiga, pelatihan pemasaran secara offline dan online serat pembentukan Usaha Kecil Menengah yang dikelola oleh masyarakat, khususnya ibu-ibu PKK Plampang 1. Selanjutnya, ibu-ibu PKK juga akan dilatih cara pembukuan yang tepat dan efisien dalam pengelolaan usaha produk kerajinan ini.
“Ada 3 produk unggulan dari limbah sabut kelapa ini, yaitu coco potty, coco doll, dan coco keychain,” kata Putu.
Coco potty merupakan pot berbahan dasar serabut kelapa dengan desain unik dan berfungsi sebagi media edukasi penanaman. Sementara itu, Coco doll adalah boneka pintalan dari serabut kelapa dengan desain bertemakan hewan sebagai souvenir yang ramah lingkungan. Coco keychainadalah gantungan kunci berbahan dasar serabut dan serbuk kelapa dengan desain bertema nasionalisme dan tradisional. Semua produk kerajinan ini dijual dengan harga mulai dari Rp10.000 hingga Rp50.000.
“Untuk pemasarannya kita lakukan lewat media promosi online, seperti website dan media sosial, serta pemasaran offline melalui toko-toko souvenir Kulon Progo serta Kota Yogyakarta,” paparnya.
Pemanfaatan limbah sabut kelapa ini selain mengurangi limbah lingkungan juga mampu meningkatkan nilai ekonomis sabut kelapa. Dengan demikian, dapat mendorong peningkatan pendapatan warga.
“Produk-produk hasil program ini diharapkan dapat menjadi sebuah produk khas Dusun Plampang 1 sehingga menjadi penunjang dalam pengembangan desa wisata alam dan meningkatkan kesejahterana masyarakat desa,” pungkasnya. (Humas UGM/Ika)