Lembaga Pengkajian MPR menggandeng UGM untuk menggelar Focus Group Discussion (FGD) terkait perekonomian nasional dan kesejahteraan sosial menurut UUD RI Tahun 1945. FGD ini berlangsung pada Jumat (12/5) di Hotel East Park Yogyakarta dihadiri sejumlah pakar dan negarawan dari berbagai perguruan tinggi dan lembaga di Yogyakarta.
Wakil Rektor UGM Bidang Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat, Prof. Dr. Suratman, dalam sambutannya menyampaikan bahwa kegiatan ini menjadi momen yang istimewa untuk mewujudkan peran serta kalangan akademisi dalam memberikan kontribusi pemikiran serta mencari solusi bagi persoalan bangsa.
“Bagi UGM sebagai universitas kerakyatan, memang sudah kodratnya untuk membangun Indonesia menjadi bangsa yang berdaya saing dengan perekonomian kreatif. Sejalan dengan itu, FGD ini sangat istimewa, dan para narasumber serta praktisi yang hadir di sini dapat membawa perubahan baru untuk bangsa,” paparnya.
Wakil Ketua Lembaga Pengkajian MPR, Muhammad Jafar Hafsah, menyampaikan bahwa FGD ini diadakan untuk menghimpun sumbangsih pemikiran dan penafsiran terhadap prinsip-prinsip kesejahteraan sosial sesuai dalam pasal 33 dari UUD 45 serta menerima usulan-usulan bagi kebijakan perekonomian nasional yang dapat mewujudkan kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
“Lembaga pengkajian menjadi sebuah laboratorium konstitusi yang bertujuan untuk memberi masukan-masukan pada MPR dan menerima aspirasi yang berkembang dalam masyarakat tentang UUD 1945. Dalam kesempatan ini, kami ingin bertemu dengan para pemimpin cemerlang dari berbagai perguruan tinggi, termasuk UGM, dalam rangka bagaimana perekonomian dan kesejahteraan sosial yang sesuai dengan Pasal 33 UUD 1945,” jelas Jafar.
Ia menyebutkan beberapa isu yang membuat kajian mengenai pasal ini menjadi sesuatu yang perlu dilakukan, di antaranya isu ketimpangan yang cukup besar yang terjadi saat ini, khususnya dalam hal penguasaan lahan. Ia juga mengangkat pembicaraan mengenai demokrasi ekonomi yang berkeadilan, berkelanjutan, serta berwawasan lingkungan. Untuk dapat mewujudkan perekonomian yang sesuai dengan tujuan dari konstitusi, menurut Jafar, setiap pembuat kebijakan perlu memiliki kemampuan untuk dapat mengharmonisasikan peraturan-peraturan turunan dalam kaitannya dengan prinsip dasar yang tercantum dalam UUD 45.
“Kalau kita telah memahami bagaimana ketimpangan terjadi, pertanyaannya efektifkah itu sesuai dengan UUD. Inilah yang kita diskusikan sekarang ini, baik bagaimana kita menafsirkan UUD maupun bagaimana mengimplementasikan, konsisten, dan mengharmonisasikan itu,” imbuhnya.
Dalam pertemuan ini, para akademisi dan praktisi dari berbagai bidang ilmu mendapat kesempatan untuk mengangkat isu penting yang perlu menjadi perhatian serta menyampaikan makalah atau kajian mereka terkait isu tersebut. Dekan FEB UGM, Dr. Eko Suwardi, M.Sc., misalnya, mengangkat persoalan terkait pertumbuhan ekonomi yang masih belum diikuti oleh pemerataan. Bidang ekonomi, menurutnya, terdapat kemajuan yang signifikan dari masa sebelum kemerdekaan sampai sekarang ini. Meski demikian, dalam kenyataannya pertumbuhan tidak selalu diikuti dengan pemerataan.
Selain itu, ia juga menyebut bahwa pemerintah memiliki pekerjaan rumah untuk membenahi tata kelola pelaksanaan perekonomian nasional. Hal ini menjadi hal yang juga perlu diperhatikan jika ingin mewujudkan perekonomian yang berkeadilan sosial. Ia pun menyerukan kepada para peserta yang hadir untuk dapat bersama-sama mengawal pelaksanaan kebijakan pemerintah agar tetap sesuai dengan konstitusi.
“Ada hal yang perlu dibenahi dalam tata kelola. Saya mengerti maksud pemerintah sangat baik, tapi dalam penerapannya memang masih bermasalah. Oleh sebab itu, ini harus kita kawal, ingatkan kepada eksekutif bahwa tata kelola pelaksanaan perekonomian yang kita jalankan perlu diperbaiki,” kata Eko. (Humas UGM/Gloria)