Remaja sebagai generasi penerus bangsa perlu dipersiapkan menjadi manusia yang sehat dan berkualitas, namun upaya untuk memaksimalkan peran itu belum terlaksana dengan baik. Berbagai program peningkatan kualitas kesehatan remaja telah dilakukan, tetapi hingga saat ini belum menunjukkan hasil yang signifikan.
Hal tersebut ditandai dengan masih banyaknya permasalahan kesehatan yang ditemui pada remaja. Secara garis besar, masalah kesehatan remaja disebabkan oleh pengaruh lingkungan yang buruk, minimnya informasi yang tepat serta kurangnya fasilitas kesehatan yang komprehensif dan ramah remaja.
Melihat permasalahan tersebut, lima mahasiswa dari klaster kesehatan Universitas Gadjah Mada mengadakan program pemberdayaan remaja dengan pendekatan kolaborasi antar profesi kesehatan melalui kegiatan PKM Pengabdian Masyarakat bertajuk “Juru Kesehatan Remaja” atau lebih dikenal dengan sebutan JUARA. Kelima mahasiswa tersebut adalah Wahyulin Aprilia (Kebidanan), Diny Lela Ramdany (Kebidanan), Dicky Yulianda (Pendidikan Dokter), Fahri Al Irsyad (Psikologi) dan Imroatus Sholihah (Ilmu Gizi).
“Melalui Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) ini, tim JUARA sebagai mahasiswa yang juga termasuk kategori remaja akhir, merasa perlu untuk memberikan sumbangsih nyata untuk para remaja. Selain mempunyai pengalaman dan pengetahuan yang lebih, mahasiswa juga bisa menjadi role model atau contoh generasi muda yang layak ditiru,” ujar Wahyulin Aprilia, di Fakultas Kedokteran UGM, Kamis (18/5).
Menurut Wahyulin Aprilia, dengan peran strategis tersebut, sebagai mahasiswa kesehatan mereka memosisikan diri sebagai JUARA (Juru Kesehatan Remaja) yang terlibat aktif dalam upaya peningkatan derajat kesehatan remaja. Agar dapat memaksimalkan peran mengingat kebutuhan remaja yang cukup kompleks maka anggota JUARA terdiri dari beberapa unsur profesi kesehatan yang disebut Interprofessional Collaboration (IPC).
Dengan IPC ini diharapkan mampu memberikan pelayanan kesehatan kepada remaja secara komprehensif dengan latar belakang pendidikan yang dapat mendukung remaja dalam meningkatkan kualitas kesehatannya. Melalui kolaborasi, mahasiswa berlatih menerapkan keilmuannya dan belajar bekerja dalam tim.
“Fokus kegiatan JUARA ada dua yaitu pengembangan posyandu remaja dengan pendekatan kolaborasi interprofesional dan pemberdayaan kader JUARA sebagai tutor sebaya,” papar Wahyulin.
Wahyulin menjelaskan kader JUARA adalah siswa MAN 2 Bantul yang lolos pada tahap seleksi. Semetara, Posyandu remaja merupakan pelayanan kesehatan dasar yang komprehensif mulai dari deteksi dini, konseling, tata laksana kasus dasar hingga kasus rujukan. Sedangkan pemberdayaan kader JUARA adalah pembinaan siswa sekolah sebagai tutor sebaya agar terlibat aktif, peduli dan sadar akan kesehatan dirinya dan sebayanya yang dalam hal ini berperan dalam memberi informasi yang tepat dan bersahabat.
“Hingga saat ini tim PKMM JUARA UGM telah melakukan berbagai rangkaian kegiatan pemberdayaan remaja, dimulai dengan launcing kegiatan JUARA di sekolah yang dihadiri oleh wakil kepala sekolah dan pembina ekstrakulikuler PMR dilanjutkan dengan pelatihan selama satu bulan di bulan Maret 2017 berturut-turut setiap hari jumat,” katanya.
Para kader JUARA telah melakukan pelatihan sebanyak lima materi kesehatan. Materi pertama tentang pengenalan kesehatan reproduksi beserta hak-hak remaja yang disampaikan oleh mahasiswi kebidanan. Materi kedua mengenai perubahan dan masalah psikologi remaja yang disampaikan oleh mahasiswa psikologi, materi ketiga tentang anatomi fisiologi alat kesehatan reproduksi yang disampaikan oleh mahasiswa pendidikan dokter, materi keempat berkaitan dengan kesehatan gigi dan mulut yang disampaikan oleh mahasiswa pendidikan dokter gigi, dan materi kelima mengenai gizi pada remaja yang telah disampaikan oleh mahasiswi ilmu gizi.
Selain itu, tim JUARA juga mengadakan materi khusus dalam bentuk outbond sebagai ajang peningkatan bounding kepada kader JUARA dengan penerapan materi soft skill yang telah diajarkan pada setiap pelatihan. Mayoritas pelatihan telah diberikan dalam bentuk pembelajaran Focus Group Discussion (FGD), permainan dan perlombaan dan terbukti mempermudah penerimaan serta pemahaman dari siswa.
“Segala jenis kegiatan telah didiskusikan dan disiapkan bersama dengan siswa sehingga nilai pemberdayaannya dapat terealisasi dengan baik,” ucap Wahyulin. (Humas UGM/ Agung)