Aktivitas Off Balance Sheet (OBS) pada perbankan Indonesia mengalami peningkatan sebesar 29,5 persen per tahun selama periode 2002-2014. Jumlahnya pun cukup besar dengan rata-rata 39,5 persen dari aset bank.
“Fenomena ini menunjukkan perbankan di Indonesia sudah melakukan aktivitas di luar bisnis tradisionalnya,” kata dosen Departemen Manajemen IPB, Wita Juwita Ermawati,S.TP., M.M., dalam ujian terbuka program doktor di FEB UGM, Selasa (23/5).
Wita menyampaikan kondisi tersebut memiliki konsekuensi terhadap risiko dan kinerja bank. Aktivitas OBS atau praktik-praktik perbankan yang tidak tercermin dalam bentuk tradisional dari aktivitas portofolio dapat menambah risiko pada lembaga keuangan. Bahkan, menjadi salah satu penyebab terjadinya krisis keuangan global tahun 2008.
“Adanya potensi peningkatan risiko tersebut harus menjadi perhatian regulator,”tuturnya.
Aktivitas OBS disisi lainnya juga dapat mengurangi risiko bank apabila dilakukan untuk hedging dan bukan untuk spekulasi. Sementara dari sisi kinerja, aktivitas OBS berpotensi memberikan sumber pendapatan tambahan bagi bank. Namun, disebutkan Wita, penelitian empiris sebelumnya terkait dampak aktivitas OBS terhadap risiko atau kinerja bank tidak menunjukkan bukti konsisten.
Melakukan penelitian di 139 bank di Indonesia selama 12 tahun menunjukkan bahwa motivasi utama bank-bank melakukan aktivitas OBS adalah untuk hedging dan bukan untuk spekulasi dalam mencari keuntungan. Oleh sebab itu, Wita menyampaikan pihak regulator tidak perlu khawatir terhadap aktivitas OBS yang dilakukan bank-bank di Indonesia. Pasalnya, tidak ada peningkatkan risiko yang ditimbulkan dari aktivitas ini.
“Regulator tidak perlu merasa khawatir karena notivasi bank melakukan aktivitas OBS bukan untuk spekulasi yang bisa menyebabkan ketidakstabilan atau kegagalan bank,”terangnya. (Humas UGM/Ika)