Kementerian Agraria dan Tata Ruang (ATR) berencana merekrut ribuan tenaga surveyor kadaster berlisensi atau tenaga ukur tanah dalam rangka percepatan pendataan dan penerbitan sertifikat tanah. Apalagi tahun ini pemerintah menargetkan 5 juta bidang tanah diterbitkan. “Tahun ini ditargetkan prona 5 juta bidang tanah,” kata Menteri Agraria dan Tata Ruang, Dr. Sofyan A. Djalil, dalam pidato sambutan yang dibacakan Dirjen Infrastruktur Keagrarian, Adi Darmawan, saat menjadi pembicara kunci dalam seminar Implementasi Kebijakan Surveyor Kadaster di KPTU Fakultas Teknik UGM, Rabu (24/5).
Dikatakan Menteri, perekrutan tenaga ukur tanah tersebut berdasarkan Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang Nomor 33 tahun 2016 tentang Surveyor Kadaster Berlisensi, yaitu nantinya kementerian ATR akan merekrut sebanyak-banyaknya tenaga profesional untuk keperluan pemetaan, survei, dan sertifikasi tanah. “Kita akui target kita sangat besar sehingga harus terukur dan terdata untuk menyelesaikan pekerjaan sangat besar ini,” katanya.
Menurut Sofyan Djalil, saat ini terdapat 125 juta bidang tanah namun yang baru terdaftar 44 juta bidang atau 41 persen di luar kawasan hutan. Namun, dari 44 juta bidang tanah yang sudah terdaftar tersebut hanya 20 juta bidang saja yang terplotting sedangkan sisanya belum terplotting. “Kita kekurangan surveyor dan SDM. Padahal, kita ingin meningkatkan gini rasio kepemilikan tanah,” ujarnya.
Keberadaan tenaga ukur tanah yang profesional tersebut, menurutnya, akan membantu tugas Kementerian ATR untuk menerbitkan sertifikat tanah lebih cepat dan menyukseskan program reforma agraria. “Tugas kita melakukan legalisasi aset, sertifikasi dan reforma agraria,” katanya.
Proses pendataan dan sertifikasi tanah, menurut Menteri, membantu kelancaran program pembangunan yang tengah dicanangkan. Dengan demikian, sukses dan tidaknya pembangunan bergantung pada proses pengadaan tanah. “Kita membantu pemerintah untuk proses pengadaan tanah pembangunan pembangkit listrik 35 ribu megawatt, pembangunan 7.338 km jalan tol dan 5 juta unit rumah untuk Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR),” katanya.
Dekan Fakultas Teknik UGM, Prof. Ir. Panut Mulyono, M.Eng., D.Eng, sependapat bahwa untuk melakukan pemetaan dan pendaftaran sertifikasi diperlukan jumlah tenaga surveyor yang tidak sedikit. Namun begitu, tenaga surveyor yang direkrut juga harus memenuhi standar dan kualitas yang diinginkan. Menurutnya, tenaga surveyor lebih diutamakan dari SDM lokal. “Untuk tenaga surveyor ini saya kira lebih memprioritaskan SDM kita sendiri bukan tenaga dari luar karena pekerjaan ini sangat penting dan sifatnya rahasia,” paparnya. (Humas UGM/Gusti Grehenson)