Dua proposal Program Hibah Bina Desa (PHBD) UGM berhasil memperoleh dana hibah dari Kemenristekdikti. Prosposal yang mendapatkan dana tersebut adalah proposal yang diajukan oleh BEM Fakultas Teknik dan PKM Center UGM.
Adapun proposal yang diusulkan BEM Fakultas Teknik UGM berjudul “Co-Craft” Program Pemberdayaan Warga Dusun Plampang 1 Sebagai Sarana Peningkatan Perekonomian Melalui Kreasi Pengolahan Limbah Coconut Coir Menjadi Coconut Craft Khas Kulon Progo”. Sementara dari PKM Center UGM berjudul “Bank Jamint”, Peningkatan Produktivitas Masyarakat Desa Jetak Melalui Pengolahan Jahe Merah dan Ngepos Mint-Aquaponic”.
Kasubdit Kreativitas Mahasiswa Direktorat Kemahasiswaan UGM, Ahmad Agus Setiawan, S.T., M.Sc., Ph.D., menyampaikan UGM mengirimkan 22 proposal dalam seleksi yang memperebutkan dana hibah bina desa Kemenristekdikti. Dari jumlah tersebut, dua diantaranya berhasil memperoleh dana Kemenristekdikti.
“Alhamdulilah upaya yang kita lakukan membuahkan hasil,” jelasnya Rabu (31/5) di UGM.
Sementara itu, Verna Ardhi Hafsari, ketua tim PHBD dari BEM Fakultas Teknik, menuturkan bahwa program pemberdayaan akan dilakukan di Dusun Plampang 1, Kokap, KulonProgo. Ide memberdayakan masyarakat untuk mengolah limbah serabut kelapa berawal dari minimnya pemanfaatan potensi bahan tersebut. Padahal, di wilayah itu memiliki potensi kelapa yang sangat berlimpah. Oleh sebab itu, dia bersama dengan 11 temannya mengajak masyarakat setempat untuk memanfaatkan limbah serabut kelapa yang diolah menjadi produk bernilai ekonomi tinggi serta ramah lingkungan, seperti kerajinan boneka, media tanam, dan gantungan kunci.
“Melalui program Co-Craft ini diharapkan dapat menyokong perekonomian masyarakat sehingga tingkat kesejahteraan masyarakat Dusun Plampang 1 semakin baik kedepannya,”ujarnya.
Muhammad Try Hartono, ketua tim PHBD dari PKM Center UGM, mengatakan dalam program Bank Jamint, dia dan 14 rekannya mengusung program pemberdayaan masyarakat Desa Jetak dalam budidaya jahe merah. Di daerah tersebut sebagian besar masyarakatnya melakukan budidaya jahe merah, namun masih dengan cara tradisional sehingga hasilnya kurang berkualitas.
“Oleh sebab itu, kami berupaya mengajak masyarakat untuk melakukan budidaya jahe merah dengan sistem hidroponik. Selain itu, dipilih tanaman mint karena merupakan tanaman herbal yang masa panennya relatif lebih cepat untuk menunggu masa panen jahe merah,”paparnya.
Dia berharap dengan penerapan sistem budidaya ini kedepan Desa Jetak dapat menjadi desa percontohan. Menjadi kampung herbal yang menggunakan sistem hidroponik, seperti sistem aquaponic dan sistem fertigasi dengan pengolahan tanaman herbal serta Bank Jamint sebagai salah satu bentuk Bank TOGA (tanaman obat keluarga). (Humas UGM/Ika)