Indonesia merupakan negara dengan jumlah penderita diabetes mellitus terbanyak ketujuh di dunia. Tidak hanya itu, Indonesia juga berada di urutan keempat dalam hal prevalensi diabetes tertinggi di dunia setelah India, China dan Amerika Serikat. Bahkan, jumlah pengidap diabetes terus meningkat dari tahun ke tahun, terutama diabetes mellitus tipe dua. Menurut perkiraan WHO, jumlah penderita diabetes mellitus tipe 2 di Indonesia akan megalami peningkatan secara signifikan hingga 21,3 juta jiwa pada tahun 2030 mendatang.
Salah satu gejala yang dialami penderita diabetes mellitus yakni bila terdapat luka akan sulit untuk sembuh sehingga sering kali banyak penderita diabetes yang harus diamputasi. Luka diabetes mellitus semakin parah jika terinfeksi bakteri MRSA (Methil Resisten Staphylococus Aureus). Berawal dari persoalan tersebut sekelompok mahasiswa UGM yang tergabung dalam Kelompok PKM-Penelitian Eksakta Triswheat menciptakan solusi penyembuh luka diabetes mellitus dengan ekstrak teripang. Teripang diketahui memiliki kandungan senyawa bioaktif yang potensial sebagai antibakteri,anti-inflamasi dan mempercepat penyembuhan luka.
Kelompok mahasiswa yang terdiri dari Nada Hanifah (Fakultas Kedokteran Hewan), Yusuf Farid Achmad (Fakultas Kedokteran Hewan), Mellya Permatasari (Fakultas Kedokteran Hewan), Marista Kurniati (Fakultas Kedokteran Hewan), dan Ditya Tiwi Syafira (Fakultas Farmasi) membuat produk bernama Triswheat (Teripang Super Wound Healing Agent). Triswheat menjadi solusi penyembuhan luka bagi penderita diabetes mellitus berbeda dengan obat pada umunya. Bila obat yang beredar pada umumnya kebanyakan dalam sediaan berupa krim atau salep, lain halnya Triswheat. Inovasi yang dibuat dalam Triswheat yakni sediaannya yang berupa nano spray.
“Sediaan tersebut diharapkan mampu lebih cepat menyerap ke dalam kulit. Selain itu, sediaan dalam bentuk spray sangat mudah dan praktis untuk diaplikasikan,”papar Nada, Rabu (14/6).
Pembuatan Triswheat diawali dengan penelitian yang dilakukan melalui ekstraksi teripang. Selanjutnya, melakukan uji difusi yang bertujuan untuk mengetahui zona hambat bakteri dan menetukan konsentrasi efektif dari ekstrak teripang yang mampu menghambat atau mematikan bakteri dengan berbagai konsentrasi bertingkat.
Hasil dari uji difusi ini akan didapatkan konsentrasi efektif yaitu pada konsentrasi 40%. Setelah melewati uji difusi, tahap berikutnya yakni dilakukan uji dilusi untuk memastikan bahwa hasil dari uji difusi telah valid. Setelah tahap terakhir yang dilakukan yakni uji in vivo menggunakan tikus yang diinduksi diabetes dan diinfeksi dengan bakteri MRSA ( Methil Resisten Staphylococus Aureus) dan diobati dengan menggunkan ekstrak teripang. Setelah 14 hari, luka tersebut sembuh. (Humas UGM/Catur)