Kehidupan berbangsa dan bernegara saat ini sangat dipengaruhi oleh gerak cepat pergeseran tatanan politik, ekonomi, dan ideologi global yang mengarah pada ancaman ideologi Pancasila. Hal tersebut sudah tentu berdampak bagi setiap negara, tidak terkecuali bangsa Indonesia.
Meskipun ada peluang yang tercipta, namun demikian ibarat dua mata sisi mata uang, selalu ada sisi lain yang harus diperhatikan yakni ancaman secara ideologis atas geopolitik dan geostrategi bangsa Indonesia. Dalam perspektif ideologi Pancasila, berbagai masalah diatas perlu dicarikan solusi secara mendasar, salah satunya dengan meletakan kembali Pancasila sebagai bagian dari pembelajaran geopolitik dan geostrategi.
Prof. Dr. Ir. Sunjoto, Dip.HE, DEA mengatakan berbicara Pancasila yang terpenting saat ini adalah aktualisasinya. Pancasila sampai saat ini hanya dibicarakan dan menjadi bahan diskusi, serta diskursus dalam tahapan-tahapan filosofis, namun tidak pernah dilaksanakan dalam tahapan-tahapan praksis.
“Kita lihat dalam kehidupan sehari-hari pun tidak. Kita berbicara tentang Pancasila hingga berapi-api tapi tidak dilaksanakan. Inilah yang terpenting dalam konggres kali ini yaitu membawa Pancasila ke dalam tahapan-tahapan praksis”, katanya, di ruang Fortakgama, Rabu (19/7) menjelang penyelenggaraan Konggres Pancasila IX bertema “Pancasila Jiwa Bangsa”.
Selaku ketua konggres, Sunjoto mengungkapkan yang paling nyata dilaksanakan saat ini adalah menyiapkan kurikulum Pendidikan Pancasila untuk tingkat SD hingga SMA. Kurikulum tersebut disusun bekerjasama dengan Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan (P4TK) Malang.
“Untuk itu sedang disiapkan kurikulum dari tingkat SD sampai SMA yang sudah digodok dan besok pagi sehari akan difinal disini di Jogja. Jadi sudah ada, hari Rabu sudah dimulai yang berbicara kurikulum-kurikulum untuk anak sekolah, dalam hal ini kita bekerjasama dengan P4TK Malang, Pusat Pembinaan Pengkajian Pancasila”, katanya.
Secara kelembagaan, Sunjoto merasa prihatin karena dari sebanyak 4000 lebih Perguruan Tinggi di-indonesia, hanya 65 yang memiliki Pusat Studi Pancasila. Kondisi ini memprihatinkan, dalam usia 72 tahun Indonesia merdeka, tidak banyak perguruan tinggi yang memberikan perhatian pada Pancasila.
Menurutnya, jangan dibayangkan Pusat Studi Pancasila itu dakik-dakik hanya membicarakan soal filosofi, namun yang terutama bagaimana mengimplementasikan pada bagian-bagian kurikulum dan bagian-bagian silabus. Sehingga dalam ber-Pancasila bukan hanya menghapal pasal 1,2,3,4 dan 5 dengan 36 butir-butirnya, namun bagaimana menjadi bagian dari implementasi.
“Sehingga kalau menjadi dokter itu, dokter yang Pancasilais. Jika menjadi insinyur, maka menjadi insinyur yang Pancasilais. Arahnya adalah kesana, inilah nantinya yang akan dibahas dalam konggres”, tuturnya.
Konggre Pancasila IX akan dilaksanakan pada hari Sabtu dan Minggu, tanggal 22-23 Juli 2017. Selain itu, akan digelar Kursus Pancasila pada hari Jum’at, tanggal 21 Juli 2017, Aubade Pancasila, tanggal 23 Juli 2017 dan gelar seni Kebangsaan pada hari Sabtu, 22 juli 2017.
Menurut rencana Presiden RI, H. Ir. Joko Widodo dan ibu negara, Iriana Joko Widodo akan hadir dalam Aubade Pancasila. Sementara sejumlah pembicara akan menyumbangkan pemikirannya dalam konggres, diantaranya Dr. Agus Maftuh Abegebriel, Prof. Imam Suprayogo, Jendral. Pol. HM Tito Karnavian, M.A., Ph.D (Kapolri), Dr. Yudi Latif (Ketua Unit Kerja Presiden Pembinaan Ideologi Pancasila) dan lain-lain.
Prof. Dr. dr. Sutaryo, Sp.A(K), selaku panitia pengarah menambahkan momentum Konggres Pancasila IX sangat tepat, mengingat kejadian akhir-akhir ini seperti yang pernah di tulis Bung Karno pada tahun 1958. Dimana Bung Karno pada waktu itu berpesan secara jelas jikalau tidak diatas dasar Pancasila, bangsa Indonesia terpecah belah.
“Tahun 1958, bung Karno sudah bilang seperti itu. Ini membuktikan hanya Pancasila yang dapat tetap mengutuhkan negara dan menyelamatkan negara kita”, katanya. (Humas UGM/ Agung)